JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Gencarnya iklan sebuah parpol di stasiun teve tertentu, mengundang reaksi keras kalangan politisi. Mereka pun berencana untuk mengusulkan pembatasan penggunaan media massa oleh partai politik di luar atau dalam masa kampanye. Media juga jangan dimanfaatkan satu partai politik secara terus-menerus.
Demikian kesimpulan dari pernyataan yang disampaikan Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana dan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Nurul Arifin yang dimintai komentarnya secara terpisah di Jakarta, Rabu (9/11). Mereka pun sepakat adanya regulasi yang dapat mengatur tata cara serta pembatasan kampanye di media massa.
Menurut Sutan, boleh saja sebuah parpol memanfaatkan media masa, tapi harus dilakukan secara proporsional dan tidak melanggar aturan. Selain itu, iklan yang merupakan kampanye terselubung itu, tidak boleh dilakukan secara terus-menerus oleh pemilik stasiun teve yang merupakan pengurus parpol tertentu.
"Sudah ada aturannya dalam UU, tidak boleh media itu dimanfaatkan satu partai terus-menerus. Media massa itu harus netral dan profesional. Boleh saja dimanfaatkan, tapi harus secara proporsional dan tidak melanggar aturan yang ada," tutur dia.
Sementara itu, Nurul Arifin mengatakan, perlunya pembatasan penggunaan media massa untuk kepentingan parpol. Hal ini akan dimasukan dalam draf RUU Pemilu. Pasalnya, klausul itu belum ada dalam aturan tersebut. "Pembahasannya dinamis dan bisa melahirkan usulan-usulan baru," kata aktris era 90-an tersebut.
Menurut Nurul, pembatasan partai politik menggunakan media sangat diperlukan, agar ke depan tidak terjadi ajang kanibalisme dalam ruang dan properti kampanye. "Dalam beberapa waktu belakangan ini, pemilik stasiun teve yang merupakan pengurus parpol kerap menggunakan medianya untuk kepentingan politiknya. Seharusnya profosional dan presional,” jelas dia.
Sebelumnya, Sekjen DPP PPP M. Romahurmuziy menyatakan bahwa perlu diatur penggunaan media massa untuk kepentingan parpol. Pasalnya, hal itu membuat media kehilangan independensinya dan mendorong terjadinya persaingan tidak sehat, ketika pemilik media terlibat aktif dalam politik praktis.(tnc/rob)
|