JAKARTA, Berita HUKUM - Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Juli lalu telah menetapkan pasangan nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai pasangan pemenang pilpres 9 Juli 2014, namun Jokowi-JK baru bisa dinilai sah, apabila Mahkamah Konsitusi (MK) telah memutuskan sidang perselisihan hasil pilpres dan menyatakan pasangan Jokowi-JK yang menang pilpres. Tapi, jika keputusan MK lain, memenangkan Prabowo-Hatta karena ditemukan bukti yang menguatkan misalnya, maka apapun yang diputuskan MK menjadi sah.
"Jadi, menurut saya, apa yang ditetapkan KPU itu sah, tapi belum final, sebab pasangan Prabowo-Hatta mengajukan gugatan ke MK dengan membawa sejumlah bukti-bukti tentang kecurangan pelaksanana pilpres. Kita tunggu saja putusan akhir MK," kata pakar hukum tatanegara Margarito Kamis, di Jakarta, Kamis (24/7).
Seperti dikemukakan Anggota tim hukum Koalisi Merah Putih, Mahendradata bahwa pasangan Prabowo–Hatta akan mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke MK pada Jumat (25/7).
Langkah ini dimungkinkan karena ketentuan bahwa setelah adanya penetapan rekapitulasi, memberi kesempatan selama 3x24 jam untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil Pemilu Pilpres 2014 ke MK. Kubu Prabowo–Hatta akan membawa bukti-bukti kecurangan Pilpres.
Dengan pengajuan gugatan yang akan diajukan pasangan Prabowo Hatta ke MK lanjut Margarito, bisa dikatakan bahwa pasangan Jokowi–JK adalah Presiden dan Capres terpilih sementara. Karena bisa saja hal itu berubah, jika bukti-bukti kecurangan yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta sangat kuat dan MK dalam putusannnya memenangkan Prabowo-Hatta.
"Dalam situasi seperti ini, segalanya bisa mungkin," imbuhnya.
Margarito mengingatkan pada seluruh masyarakat bahwa, putusan MK itu final dan mengikat. Jika MK sudah memutuskan soal perselisihan hasil Pilpres ini, maka semua pihak harus menerima dengan lapang dada, karena itulah mekanisme dan prosedur yang diatur dalam UU.
Sementara itu, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, M Taufik mengatakan, gugatan ke MK sangat penting mengingat pihak pasangan Capres Prabowo-Hatta banyak dirugikan, karena kecurangan-kecurangan yang dibiarkan oleh KPU.
"KPU sesungguhnya mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah kecurangan, tapi hal itu tidak dilakukan. KPU sepertinya sengaja melanjutkan tahapan pilpres dan mengabaikan imbauan kami. Karena itu, putusan dan penetapan KPU atas pasangan terpilih, adalah cacat hukum," pungkas M Taufik.
Sementara, desakan pemungutan suara ulang (PSU) oleh Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menuai berbagai kritikan dari berbagai pihak lantaran dianggap kurang tepat dan cacat hukum.
Namun, salah satu Timses Capres Prabowo-Hatta yang juga sebagai Anggota Dewan DPR RI Fraksi PKS di komisi III mengatakan, pemungutan suara ulang harus dilakukan karena banyak kejanggalan dalam pilpres 2014. Terutama di wilayah DKI Jakarta.
"Di DKI diduga oleh tim kami ada kejanggalan di 5.802 TPS," katanya kepada Okezone, Selasa (22/7).
Fahri, menegaskan, Bawaslu telah merekomendasikan agar pemungutan suara di 5.802 TPS diulang. Tapi, KPU DKI hanya menggelar pemungutan suara ulang di 13 TPS.
Nah, kata Fahri, di situ terlihat sebuah fakta kalau suara Joko Widodo-Jusuf Kalla turun drastis. "Lalu dihitung 13 TPS hasilnya? Suara Jokowi turun dari 4.200 jadi 2.800. Artinya ada 1.400 suara curang dalam 13 TPS saja. Nah kami temukan hampir 100.000 TPS janggal. Gimana dong?" tegasnya.
Sedangkan, Tim advokasi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa segera mendaftarkan gugatan hasil Pemilu Presiden 2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua tim pembela Prabowo-Hatta, Firman Wijaya, mengatakan pihaknya telah menyiapkan bukti-bukti yang akan digunakan sebagai dasar gugatan dalam persidangan.
"Kami akan daftar gugatan ke MK Jumat (besok). Kami ada bukti diam berupa data, ada bukti yang bicara berupa kesaksian dan testimoni, itu kita siapkan," kata Firman di DPP PKS, Jakarta, Kamis (24/7) petang.
Firman mengatakan, untuk mendaftarkan gugatan ke MK dibutuhkan hasil rekapitulasi Pilpres dari KPU. Namun, sampai saat ini KPU belum juga mengirimkannya kepada tim Prabowo-Hatta.
Dia mendesak KPU untuk segera mengirimkan hasil rekapitulasi itu. Sebab, jika tidak, KPU dianggap lalai atas kewajiban konstitusionalnya.
Lebih jauh dia mengatakan, MK bukanlah satu-satunya jalur hukum yang bisa ditempuh. Menurut Firman tidak menutup kemungkinan ada langkah hukum lain untuk menyelesaikan adanya delik pidana lain.(ugo/okz/ant/ded/jpnn/swaranews/bhc/sya) |