JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Moratorium remisi bagi narapidana kasus korupsi yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dibatalkan. Hal ini menyusul putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menerima gugatan yang dilayangkan Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum napi kasus korupsi.
Dalam persidangan yang berlangsung Rabu (7/3), majelis hakim PTUN Jakarta yang diketuai Bambang Heriyanto, menganggap bahwa Surat Keputusan Menkumham tentang pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat (PB) itu telah menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam amar putusannya itu, majelis hakim menilai, SK Menhukham yang dikeluarkan pada 16 November 2011 dan tiga keputusan lainnya tentang pembatalan remisi terhadap tujuh narapidana korupsi, telah menyalahi UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan. Selain itu, majelis juga menganggap SK tersebut bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik.
"Mengadili, menyatakan, mengabulkan seluruh gugatan. Memerintahkan kepada tergugat (Kementrian Hukum dan HAM) agar segera mencabut objek sengketa (SK Menhuhkam dan tiga surat keputusan tentang pembatalan remisi)," kata hakim ketua mengutip putusannya itu.
Meski pihak Kemenkumham menyatakan mengajukan banding atas putusan tersebut, hakim ketua Bambang Hariyanto memerintahkan, agar semua penggugat dikeluarkan dari Lapas sampai ada keputusan berkekuatan hukum tetap.
Seperti diketahui sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra yang ditunjuk tujuh narapidana yang terkena imbas pengetatan remisi dan PB, yakni Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Suhardiman, Mulyono Subroto, Hesti Andi Tjahyanto, Agus Wijayanto Legowo, H Ibrahim, dan Hengky Baramuli untuk menggugat Menkumham ke PTUN.
Ia menilai bahwa SK Menkumham Nomor M.HH-07.PK.01.05.04 Tahun 2011 tentang pengetatan remisi terhadap narapidana tindak pidana luar biasa korupsi dan terorisme, tertanggal 16 November 2011 itu, tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku sehingga harus dibatalkan.
Para pemberi kuasa kepada Yusril tersebut, yakni Hafiz, Boby Suhardiman dan Hengky Baramuli adalah terpidana perkara travel cek pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Sedangkan Hesti dan Agus adalah terpidana perkara korupsi pembangunan PLTU Sampit. Sedangkan Ibrahim adalah terpidana perkara korupsi Puskesmas Keliling di Kabupaten Natuna.
Tujuh narapidana yang harusnya mendapat PB itu urung menghirup udara segara, karena adanya kebijakan pengetatan dari Kemenhukham yang dikeluarkan pada 30 Oktober 2011. Namun, P tersebut tiba-tiba dibatalkan, setelah Kemenkumham elalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) mengeluarkan surat edaran moratorium remisi pada 31 Oktober 2011. Surat edaran tersebut kemudian disahkan menjadi SK bernomor M.HH-07.PK.01.05.04 Tahun 2011 yang ditandatangani Menkum dan HAM Amir Syamsudin pada 16 November 2011.
Bagi Yusril, bukan kali ini saja gugatannya dimenangkan peradilan. Sebelumnya, Yusril pernah menggugat ketentuan tentang saksi meringankan di UU KUHAP. Gugatan Yusril itu dikabukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, mantan menteri Hukum dan HAM itu juga pernah menggugat keabsahan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Lagi-lagi, gugatan Yusril juga dikabulkan MK sehingga Hendarman terpaksa lengser.(dbs/bie)
|