ISLAMABAD (BeritaHUKUM.com) – Perdana Menteri Pakistan Yosuf Reza Gilani dijadwalkan hadir di sidang Mahkamah Agung terkait penolakannya untuk membuka kembali kasus korupsi Presiden Asif Ali Zardari. Mahkamah menganggap PM Gilani melakukan penghinaan terhadap pengadilan, karena gagal meminta pemerintah Swiss untuk membuka kembali kasus korupsi Presiden Zardari.
Sudah sejak lama Gilani menolak untuk mengirimkan surat kepada pemerintah Swiss. Alasannya, karena Presiden Zardari memiliki imunitas hukum selama masih memegang jabatan. Namun, kuasa hukum Gilani mengatakan, terdapat kemungkinan Gilani akan mengubah pendiriannya tersebut.
Keputusan Gilani yang tidak mengirim surat ke pemerintah Swiss, bukanlah penghinaan terhadap pengadilan. "Tak ada salahnya mengirimkan surat ke pemerintah Swiss. Presiden memiliki imunitas penuh atas semua prosedur pengadilan," kata Aitzaz Ahsan, kuasa hukum PM Gilani, seperti dikuti BBC, Jumat (19/1).
Presiden Zardari dan istrinya mendiang Benazir Bhutto dinyatakan bersalah secara in absentia oleh pengadilan Swiss pada 2003. Mereka dinyatakan melakukan pencucian uang jutaan dolar Amerika Serikat (AS) dari berbagai perusahaan Swiss selama keduanya menduduki jabatan pemerintahan.
Lalu, keduanya mengajukan banding dan pemerintah Swiss menghentikan kasus ini pada 2008 karena permintaan pemerintah Pakistan. Kasus ini adalah satu dari ribuan kasus yang dihentikan sebagai bagian dari amnesti yang membuat Benazir Bhutto kembali dari pengasingan dan ikut mencalonkan diri dalam pemilu 2008.
Namun, karir politik Bhutto terhenti setelah tewas terbunuh pada akhir 2007 lalu. Tetapi, pada 2009, Mahkamah Agung Pakistan memutuskan bahwa amnesti tersebut inkonstitusional. Akibatnya semua kasus yang terhenti. Jika kasus ini dibuka kembali dan Presiden Zardari diputuskan bersalah, maka dia tidak boleh memegang jabatan publik apapun di Pakistan.
Masalah korupsi Presiden Zardari ini semakin menyulitkan posisi PM Gilani yang saat ini sedang bermasalah dengan pihak militer. Perselisihan dengan militer dimulai dengan adanya memo tanpa nama yang meminta bantuan Amerika Serikat untuk mencegah kemungkinan kudeta militer.(sya)
|