JAKARTA, Berita HUKUM - Kemelut Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbuntut panjang. Kini, partai beridiologi Islam itu menantang lembaga pimpinan Abraham Samad itu untuk menuntaskan kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat.
"Kalau mau membekukan PKS, bekukan dulu Partai Demokrat karena sudah jelas-jelas ada kesaksian ada dana Grup Permai yang mengalir ke kongres Partai Demokrat," kata Wasekjen PKS, Fahri Hamzah di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta, Sabtu (11/5), malam.
Menurut Fahri, seluruh dana PKS tidak ada kaitan dengan uang hasil korupsi yang diduga dilakukan mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq dan asistennya, Ahmad Fathanah. "Itu urusan mereka, tidak ada kaitannya sama partai kami," tegas Fahri.
Pernyataan ini sekaligus menanggapi wacana pembekuan sebuah lembaga jika terbukti terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Menurut fahri, jika wacana itu terbukti, maka Demokrat lah yang jadi korban.
Pasalnya, dalam persidangan dengan tersangka Nazaruddin dalam kasus Wisma Atlet sudah jelas disebut aliran dana hasil korupsi ini masuk ke dalam kongres Partai Demokrat di Bandung.
"Jangan ngomong soal PKS dulu karena Pak Luthfi baru jadi tersangka itu kan belum tentu terkait juga," cetusnya, seperti dikutip okezone.com.
Sebelumnya, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menilai PKS bisa saja masuk dalam kategori korupsi korporasi jika PKS terbukti menerima aliran dana hasil pencucian uang kasus suap impor daging sapi yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq.
Dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) disebutkan dalam pasal 7 bahwa tindak pidana pencucian yang dilakukan korporasi maka sanksi yang dijatuhkan yakni berupa denda Rp100 miliar, pidana denda, pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha, pencabutan izin, pembubaran, perampasan aset, dan pengambilalihan korporasi oleh negara.(oke/bhc/opn) |