JAKARTA, Berita HUKUM - Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra menyampaikan bahwa dirinya memang bukanlah merupakan ahli ekonom, namun dirinya merupakan prajurit militer dan paham Pertahanan Negara, serta fungsi? utama negara.
Di dalam Pembukaan UUD'45 alinea ke 4 termaktub tujuan nasional ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. "Jadi fungsi pertahanan adalah terutama," jelas Prabowo, saat memberikan orasi Kebangsaan pada acara yang digelar Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI)? bertema 'Dialog Kepemimpinan Nasional Yang Bermartabat & Berkeadilan' di Hotel Sahid, Jakarta pada, Senin (17/4).
"Jeniusnya Founding Fathers (pendiri bangsa) ketika itu, bagian dalam UUD sudah dirancang suatu konsep negara jauh kedepan. Baik itu ada pasal 33 yang berisikan tentang Ekonomi, ada pula pasal Pertahanan, bahwa setiap warga negara wajib dan berhak membela negara," tegasnya, Senin (17/4).
Dalam orasinya Prabowo juga berkata, kalau mereka (para Founders) merancang? negara, seluruh rakyat wajib dan berhak membela hingga memunculkan konsep Pertahanan Ketahanan Semesta.
"Tentara Indonesia berasal dari rakyat dan membela rakyat. Saya yakin TNI tidak akan pernah melawan rakyatnya sendiri. Pertahanan dan Ketahanan negara letak utamanya di dalam Kekuatan Ekonominya. Berbicara Kedaulatan, Pertahanan dan Kemanan yang dibahas ekonominya," jelasnya, di hadapan para forum Akademisi, Rektor, Dekan, bahkan mahasiswa mahasiswi yang tergabung dalam APTISI yang nampak pula dari pantauan pewarta BeritaHUKUM.com hadir tokoh seperti Prof. Dr. Mahfud, MD, Dr. Marzuki Alie, Ketua DPR RI Fadli Zon.
Kemudian di samping itu, dalam menelusur situasi perang dan kecamuk yang acap kali terjadi di dunia, kemuka mantan Danjen Kopassus itu, tentunya memiliki sebab musabab yang berbeda-beda. Namun ujung-ujungnya ialah merebut Sumber Daya Alam (SDA).
Ibaratnya, Prabowo menyampaikan bahwa Amerika Serikat (AS) alasan masuk ke Iraq dalam rangka membawa paham 'Demokrasi'. "Namun di Zimbabwe tidak demokratis, mereka tidak masuk. Terjadi karena tidak ada gas, minyak dan sebagainya. Itulah Pertahanan Keamananan, tidak bisa tanpa ekonomi," tukas menantu mantan Presiden RI kedua (2) Soeharto itupun seraya menjelaskan bahwa, dirinya yang acap kali mempelajari situasi peperangan antar negara, bukan sebagai ahli sejarah.
Lebih lanjut, Ia meneruskan pandangannya jikalau berbicara faktual, menurutnya akan dirasa tidak enak untuk di Indonesia, maka itulah ia menerbitkan buku 'Paradoks Indonesia'. Dalam buku tersebut tertuang dan berisikan ringkasan pidato sebelumnya yang sudah berbicara kurang lebih belasan tahun ini.
Anak dari Prof. Dr. Raden Mas Sumitro Djoyoikusumo itupun menuangkan alur pikirannya, dan merasa sedih karena melihat para tokoh, para akademisi yang dibangun oleh orang tuanya kini malah menyebarluaskan filosofi ekonomi yang bertentangan denhgan Ideologi Pancasila.
"Bahkan saya pernah dipanggil para tokoh ekonom FE UI, lalu mereka katakan sebenarnya ini benar. Bahwa ekonomi Neolib suatu sistem yang SALAH," ungkapnya lagi membeberkan.
Padahal menurutnya, bila dibayangkan negara sebesar Eropa, secara geografis Indonesia hampir sama dengan Eropa Barat yang berjumlah 27 negara itu. "Saya bicara belasan semenjak tahun 2002 lalu, ini ada semua angka-angka baik rujukan pihak Pemerintah Republik Indonesia sendiri dan Bank Dunia mengenai PDB. Ini angka matematis yang inti pencerahan ialah kekayaan Indonesia tidak tinggal di Indonesia," paparnya, seraya menjelaskan benang merah yang tertuang dalam bukunya 'Paradoks Indonesia'.
Adapun 'Paradoks Indonesia' buku terbitan Prabowo Subianto itu berisikan refleksi 'kejanggalan' terjadi di Indonesia dengan tinjauan kritis dari sisi ekonomi, sambungnya seraya flash back mempertanyakan Indonesia yang merupakan negara terkaya kelima (5) dari Sumber Daya Alam (SDA), namun rakyatnya miskin, Ia menemukan kekayaan alam di Indonesia, tidak tinggal di Indonesia. Itulah yang sempat diungkap oleh mantan Presiden Pertama RI, Ir Soekarno sebelum waktu beliau diadili pada tahun 1931 dengan pidato tokoh Proklamtor 'Indonesia Menggugat'.
"Loh, kok paradoks Indonesia ini hampir sama dengan keadaan Indonesia pada tahun 1931. Kok tidak jauh berbeda dengan Tahun 2014, 2017? dimana 'net of flow, national of wealth', ditandai dengan peralihan kekayaan Indonesia (Nasional) selama 350 tahun," ungkapnya penuh tandatanya besar.
"Ini bagaimana mau bicara keadilan bicara mengenai pendidikan SD, SMP, SMA, untuk Kampus-kampus saja kalau gaji PNS nya kecil, kebanyakan guru mengajar paginya lalu siang ngojek. Ini terjadi dimana-mana," cetusnya.
"Jarak sejauh 1,5 jam dari pusat Ibukota, di jam anak SD sudah pulang, soalnya gurunya tidak ada. Guru Honorer hanya dapat 300 ribu rupiah perbulan. Bagaimana dengan yang di Atambua, di Papua, di tengah Kalimantan?," tanyanya lagi.
"Kasus korupsi yang terjadi berjumlah triliunan, gaji hakim berapa? mengalir kekayaan nasional, suka atau tidak suka, banyak tidak suka dengan Prabowo pastinya. Dimana kekayaan Indonesia yang mempunyai Bauksit ketiga terbesar di dunia, yang bahan untuk alumunia, alumunium. Apakah ada motor, mobil, televisi buatan Indonesia?," tukasnya.
"Artinya kekayaan alam dibeli murah oleh bangsa asing, dijual 3 kali lipat, ini berikan subsidi ke bangsa Asing tadi. Harusnya kita berada dalam keadaan yang sedih dan kita harus diakui bangsa yang tidak pandai," sindirnya seraya kecewa dan prihatin kondisi nasional Indonesia.
"Setelah hampir 72 tahun merdeka, kesenjangan bukan membaik namun makin melebar. Bangsa Indonesia, bangsa yang rendah diri, tidak percaya dengan diri sendiri, merasa inferior, nampak minder lander konteks," ungkapnya lagi.
"Kita selalu kagum akan semua yang berasal dari Asing. Kita kira kulit putih lebih baik dari bangsa, serasa tidak punya harapan. Silahkan bapak Prof koreksi. Tapi saya percaya diri, soalnya data Bank Dunia dan baru keluarkan dimana saya baru dapat 2-3 bulan yang lalu menyebut pula ketimpangan yang semakin lebar," tegasnya.
Selain itu pula menurut data World Bank (Bank Dunia) yang lebih 'galak' dari Prabowo Subianto, masih mengggunakan sejauh ini nominal angka Gimni Rasio, 4,1 dimana artinya koefisien angka yang menggambarkan ketimpangan. "4,1, artinya sebanyak 1 % rakyat Indonesia menguasai 41% kekuasaan. Kalau disini menurut Bank Dunia sudah 47 %, namun kenyataan di Lapangan sudah 49 %," uranya.
Sedangkan kalau dari sektor per-Tanahan, menurut Prabowo bahwa perkiraan sejumlah 1% sudah menguasai 80 % tanah. Ini. "Wajib dibaca oleh saudara saudara sekalian, ini semua dibenarkan oleh Bank Dunia (WB), ternyata lebih menyedihkan, Indonesia berada di kondisi parah dan sangat-sangat menyedihkan bila berbicara Martabat dan Keadilan. Saya berbicara tentang Faktual," tandasnya.(bh/mnd) |