JAKARTA, Berita HUKUM - Meskipun Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 berada pada kisaran 5,3% - 5,% atau melambat jika dibandingkan pertumbuhan tahun ini sebesar 5,7%, pemerintah justru merasa optimistis dalam menatap tahun depan.
“Pemerintah tetap berupaya pertumbuhan ekonomi 2014 tetap terjaga tinggi dan tidak serendah seperti proyeksi IMF dan Bank Dunia. Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 6 % pada tahun 2014,” kata Prof. Firmanzah Ph.D, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (19/12) siang.
Firmanzah mengatakan, dua mesin pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi dan investasi yang masih tinggi pada 2014. Belanja Pemilu 2014 misalnya, menurut Firmanzah, diprediksi akan memberikan kontribusi 0,3-06% pada pertumbuhan ekonomi 2014. Sementara trend investasi langsung baik PMDN dan PMA juga masih tinggi. Sedang konsumsi rumah tangga setelah inflasi yang dapat dikendalikan di bawah 8,5% pada 2013, akan dapat menjadi modal menjelang 2014.
Ia menambahkan, ekonomi negara maju dan China pada 2014 juga diperkirakan membaik. Hal ini juga dapat meningkatkan ekspor Indonesia pada 2014. “Pemerintah akan terus mewaspadai potensi gejolak eksternal dan belum pulih benarnya perekonomian dunia. Namun dengan rilis The Fed yang mengurangi 10 miliar dolar AS memberikan kepastian tappering off dan langkah-langkah stabilisasi pasar keuangan nasional,” papar Firmanzah.
Adapun terkait dengan stabilitas dan keamanan sepanjang Pemilu 2014, Firmanzah meyakinkan akan terus dijaga. "Kalau Indonesia sukses di Pemilu 1999, 2004 dan 2009, maka kita dapat optimistis Pesta Demokrasi 2014 akan berjalan dengan baik. Ini modal bagi pertumbuhan ekonomi," ujar Firmanzah.
Mengenai proyeksi Bank Dunia dan IMF yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014, menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universita Indonesia itu, hal itu karena hanya didasarkan pada melemahnya harga komoditas sehingga menurunkan kinerja ekspor Indonesia. Alasannya, menurut Bank Dunia sebagian ekspor Indonesia adalah ekspor komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit.
“Harga kedua komoditas tersebut diperkirakan tidak akan mengalami kenaikan hingga dua tahun ke depan atau berada dalam posisi stagnan,” jelas Firmanzah.
Hal lain yang dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah masalah defisit neraca transaksi berjalan. Ini disebabkan tingginya impor minyak & barang konsumsi Indonesia, yang tidak saja membuat pelambatan ekonomi tapi juga berdampak pada pelemahan rupiah.
Devisa Cukup
Prof. Firmanzah mengingatkan, rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) melihat perekonomian Indonesia siap untuk menghadapi segala tantangan eksternal serta telah menyiapkan antisipasi atas segala hambatan, menjelang tahun 2014. Ia mengutip pernyataan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo yang saat itu mengatakan, bahwa berdasarkan assesment semua dalam keadaan normal untuk mengakhiri 2013 dan memasuki 2014.
“Pemerintah juga telah memiliki skema pencegahan krisis untuk mendukung kebutuhan likuiditas potensial maupun aktual.Selain it,u BI saat ini memiliki cadangan devisa setara 6 bulan impor yang berarti cukup aman untuk mendukung ketahanan sektor eksternal,” ungkap Firmanzah.
Disamping itu, juga pemerintah telah mengeluarkan Paket Stimulus Ekonomi Indonesia jilid 1 dan 2. Jika Paket Stimulus ini berjalan dengan baik, Firmanzah meyakini hal ini akan mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan berbagai langkah antisipasi ini, kata Firmanzah, pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 6 % pada tahun 2014.(skb/bhc/rby) |