*Institusi pemberantasan korupsi itu harus diberi imunitas
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) Keinginan untuk pembubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Pasalnya, pembentukan KPK didasari UU yang telah telah disahkan DPR.
"Membubarkan KPK itu sama saja melakukan pelanggaran terhadap undang-undang. Oknum yang mewacanakan pembubaran KPK itu sudah tentu menyalahi undang-undang, kata anggota Komisi III DPR Nurdiman Munir kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/9).
Jika pemerintah serius memberantas korupsi, lanjut dia, justru harus memberikan kekebalan (imunitas) kepada lembaga tersebut. Kalau memang pemerintah serius ingin memberantas korupsi, KPK harus diberi imunitas," ujarnya.
Nurdiman menjelaskan, beberapa kasus seperti kriminalisasi mantan ketua KPK, Antasari Azhar dan kasus Cicak vs Buaya. Kasus-kasus tersebut terjadi karena KPK tidak memiliki immunitas sehingga mampu dipolitisasi oleh oknum-oknum tertentu dalam lembaga resmi. "Undang-undang yang mengatur KPK harus diperkuat, sehingga KPK tidak mudah didiskriminasi," jelas pengacara tersebut.
Sebelumnya, wacana yang mendesak KPK dibubarkan tercetus dalam rapat konsultasi antara penegak hukum, yakni KPK, Kepolisian dan Jaksa Agung dengan pimpinan Komisi III dan pimpinan DPR. Saat itu, anggota Fraksi PKS Fachri Hamzah menuding KPK tidak kompeten lagi dalam menjalankan tugasnya dan harus dibubarkan.
Sementara itu, Fahri Hamzah menanggapi sinis permintaan untuk nonaktif selaku Wakil Ketua Komisi III DPR. Permintaan tersebut dianggapnya sebegai kemunduran demokrasi dan kembali ke rezim Orde Baru. "Kalau sikap kritis dilarang ini, dilarang itu, mendingan kembali ke zaman Pak Harto, ujarnya ringan.
Menurut dia, pernyataan KPK ditujukan untuk memperkuat kejaksaan, kepolisian dan Mahamah Agung justru dimaksudkan agar lembaga penegak hukum terus menjadi kuat. "Jadi bersikap kritis harus dilontarkan kepada siapa pun. Jangankan KPK, saya bersikap kritis juga kepada Pak SBY, kata dia.
Pernyataan Fahri Hamzah makin menyengat. Politisi PKS ini mengaku sudah pernah mengungkap, adanya pendanaan dari pihak lain lembaga kepada KPK. Dana KPK ini bukan berasal dari keuangan negara. BPK pun diminta untuk mengusut dugaan aliran dana ini.
"Saya khawatir, ada kekuatan di belakang KPK, ada kekuatan yang mendrive, yang tidak bersumber dari kekuatan-kekuatan politik lokal. Yang tidak bersumber dari institusi-institusi yang pembiayaannya dari sumber negara. Tapi, ada kemungkinan, bersumber dari pembiayaan oleh institusi yang non APBN, tapi sangat dominan mengarahkan KPK," ujar Fahri makin kalap menekan KPK.
Namun, anehnya Fahri belum mau mengungkap siapa pihak yang dimaksudkannya itu. Tapi dia kembali ngotot menyampaikan keinginanya lagi dengan diembel-embeli demokrasi bahwa KPK seharusnya tidak boleh memiliki kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. "Itu corrupt by sistem, selorohnya dengan nada tinggi.(tnc/rob)
|