JAKARTA, Berita HUKUM - Nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan yang dinyatakan bersifat rahasia oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dinilai merugikan pekerja. Pasalnya, ketentuan tersebut membuat nota pemeriksaan hanya dapat diakses oleh pihak pengusaha.
Hal tersebut yang mendorong empat orang pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja memohonkan uji materi Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Sidang perkara nomor 3/PUU-XIV/2016 tersebut digelar pada Selasa (23/2).
Para Pemohon menyatakan tidak dapat menjalankan Putusan MK No. 7/PUU-XII/2014 yang menyatakan inkonstitusional bersyarat frasa "demi hukum" dalam Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan sepanjang tidak dimaknai "Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat...".
"Nota pemerksaan tersebut dinyatakan bersifat rahasia oleh Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Dirjen PPK) Kemenakertrans melalui Surat Edaran Nomor B20/PPK/I/2014 tanggal 23 Januari 2014. Sifat rahasia tersebut membuat Pemohon tidak dapat meminta pengesahan ke Pengadilan Negeri karena pegawai pengawas ketenagakerjaan hanya dapat memberikan salinan nota pengawasan tersebut kepada pihak pengusaha," papar salah satu Pemohon Agus Humaedi Abdillah di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman di ruang sidang MK.
Menurut Pemohon, lahirnya SE Dirjen PPK tersebut didasari pada ketentuan Pasal 2 ayat (4) UU KIP yang menyatakan, "Oleh karena itu nota pemeriksaan merupakan dokumen yang bersifat rahasia sesuai dengan kepatutan dan yang berkepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila nota pemeriksaan diberikan kepada masyarakat serta dengan pertimbangan bahwa menutup nota pemeriksaan dapat melindungi kepentingan yang lebih besar dari pada membukanya."
Pemohon berpandangan bahwa yang wajib dirahasiakan adalah keterangan-keterangan dan temuan yang didapat oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan pada saat melakukan pemeriksaan di perusahaan. "Adapun sifat rahasia terhadap nota pemeriksaan yang bukan berakibat hukum pidana harus dikecualikan untuk memberikan jaminan dan perlindungan serta kepastian hukum Para Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," imbuhnya.
Oleh karena itu, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (4) UU KIP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang meniadakan hak seseorang untuk mendapatkan informasi publik yang merupakan sebuah syarat dalam proses penegakan hukum.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati selaku hakim anggota menyebut sistematika permohonan sudah benar ditilik dari identitas Pemohon, kewenangan Mahkamah, kedudukan Pemohon, alasan permohonan, dan petitum. Namun, menurut Maria, isi gugatan lebih banyak berbicara pada implementasi dari suatu peraturan.
"Fokusnya justru membahas Surat Edaran Nomor B.20/PPK/1/2014 tanggal 23 Januari 2014. Padahal yang mesti dijadikan fokus yakni Pasal 2 Ayat 4 UU No 14 Tahun 2008 sebagai acuan dari surat edaran itu," jelasnya.
Senada dengan Maria, Hakim Konstitusi Aswanto juga menyatakan permohonan mestinya berfokus pada bahasan norma, yakni dari Pasal 2 Ayat 4 UU No 14 Tahun 2008. Pemohon juga perlu berfokus pada hak konstitusi apa yang dilanggar. "Jadi bukan soal implementasinya. Namun dengan diubah atau tidak diberlakukannya pasal tersebut kerugian konstitusi apa yang bisa dihindari oleh pemohon," kata dia.(ArifSatriantoro/lul/mk/bh/sya)
|