JAKARTA, Berita HUKUM - Sifat arogansi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali terulang. Seperti yang terjadi saat dia dan pasangannya Djarot Saiful Hidayat saat Walk Out atau meninggalkan lokasi saat akan rapat pleno KPU DKI Jakarta pada, Sabtu 4 Maret 2017 lalu.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, sejak dulu Ahok terkenal dengan orang yang kurang baik dalam bertutur kata.
"Komunikasi politik (yang jelek) dan memang sudah diakui secara luas memang kurang (baik), jadi menurut saya bagaimanapun juga dia calon dan sama di mata KPU, jangan mentang-mentang sebagai gubernur," ungkap Siti kepada Okezone, Senin (6/3).
Dikatakan Siti, tidak pantas seorang pemimpin itu 'mutung' atau ngambek dan marah-marah karena tidak menunjukkan sifat seorang pemimpin. Sikap Ahok tersebut tidak ada bedanya dengan masyarakat biasa yang seharusnya lebih santun.
"Namanya juga pemimpin, kalau pemimpin karakternya emosionalnya terus marah-marah apa bedanya dengan rakyat biasa, jadi memang risikonya dituntut untuk memiliki suatu karakter lebih yaitu kepemimpinannya," pungkasnya.
Hal senada juga diutarakan pengamat politik Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi. Dia menilai, sikap arogansi pasangan Ahok-Djarot akan terus dilakukan dengan tujuan agar kewenangan KPU DKI Jakarta dapat diambil alih oleh KPU Pusat karena menganggap KPU Jakarta tidak profesional.
"Pandangan apriori, yakni sikap Ahok ini untuk rasionalisasi dan justifikasi agar kewenangan KPUD Jakarta diambil KPU Pusat, mereka diduga akan menggunakan cara-cara curang," ungkap Muchtar saat dihubungi Okezone.
Alumnus program Ilmu Politik Pasca Sarjana UGM itu menuturkan, kejadian yang tidak sedap dilihat mata tersebut sudah sering dilakukan oleh Ahok selama pemimpin DKI Jakarta. Ahok dinilai tergolong penguasa yang kerap mengkambing-hitamkan orang lain dalam setiap kesalahannya.
"Sikap Ahok tadi malam terhadap KPUD sesungguhnya tidak asing, sifat arogansi dan suka kambing hitamkan kesalahan diri pada pihak kain sudah banyak ditunjukkannya sepanjang jadi Gubernur DKI," pungkasnya.
Sedangkan, Pengamat politik dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki mengatakan Ahok dan Timnya tak mau introspeksi atas kejadian tersebut.
Pasalnya, pihak KPU DKI telah menyiapkan ruang tunggu VIP di lokasi. Namun Ahok dan Djarot malah berada di ruang lain, yakni Ruang Sumba Hotel Borobudur.
"Soal insiden acara KPUD itu jelas menunjukkan betapa piciknya Ahok dan timnya terutama dalam hal menyalahkan tanpa introspeksi apa yang sesungguhnya terjadi," kata Masnur, Senin (6/3).
Ketua KPU DKI, Sumarno mengaku ada miskomunikasi dari kejadian itu. Sementara Ahok terus menyalahkan pihak KPU yang dianggap tidak disiplin dalam mengelar acara.
"Yang diperlihatkan justru tabiat menganggap diri paling benar dan menyalahkan pihak lain. Padahal insiden tersebut tak lepas dari persoalan kesalahan komunikasi Ahok dan pihak KPU DKI yang telah diakui keduanya," lanjutnya.
Masnur menyebut, Ahok terlalu kekanak-kanakan dalam menyikapi permasalahan."Alih-alih mengambil pelajaran, sikap Walk Out Ahok itu sangat childish (kekanakan), cerminan arogansi dan cenderung cari sensasi saja," tegasnya.
"Apalagi faktanya hanya Ahok dan Djarot yang WO (walk out), timnya memilih bertahan di lokasi acara. Kalau konsisten kenapa tidak semuanya ikut langkah Ahok itu?" tutup Masnur.
Sekadar diketahui, saat acara rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta penetapan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta putaran kedua, pada Sabtu 4 Februari 2017 di Hotel Borobudur, Jakarta, pasangan Ahok-Djarot walk out lantaran acara tak kunjung dimulai yang seharusnya dimulai di jadwalkan pukul 19.30 WIB.(dbs/fmi/okezone/sindonews/bh/sya)
|