JAKARTA, Berita HUKUM - Forum Anti Mafia Pajak Indonesia (Fampi) mengadakan unjuk rasa dihalaman gedung KPK pada, Rabu (6/5). Aksi dilakukan akibat pihak KPK dinilai lambat dalam menangani kasus pajak PT Bank Central Asia Tbk dan melibatkan tersangka Hadi Purnomo yang telah ditangkap KPK pada April 2014 lalu. Hadi saat itu merupakan mantan ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak.
Dalam orasi yang disampaikan, Muh. Sifroun, Ketua Forum Anti Mafia Pajak Indonesia (FAMPI), mengatakan penuntasan kasus penggelapan pajak Bank BCA harus segera dituntaskan.
"KPK jangan menunda-nunda. Usut juga oknum-oknum di balik Bank BCA yang terlibat," kata Sifroun, pada BeritaHUKUM saat dijumpai di gedung KPK Jakarta.
Menurut Muh. Sifroun, hingga Desember 2014, KPK mendapatkan Laporan Hasil Analisis (LHA) terbaru dari PPATK terkait transaksi keuangan Hadi Purnomo. Padahal, Hadi Purnomo telah ditangkap sejak April 2014.
"Penanganan kasus penggelapan pajak telah berjalan satu tahun. Namun, hingga kini tak terdengar langkah KPK menindaklanjuti penyidikan kasus dan tidak ada satupun orang BCA yang diperiksa," jelas Sifroum, mengingatkan.
Karenanya pihak FAMPI mendesak agar KPK segera menangkap Direksi, Komisaris, dan pemilik mayoritas Bank BCA. Yaitu Michael dan Robert Hartono, dua bersaudara yang kabarnya juga lebih dikenal oleh publik sebagai pemilik perusahaan rokok Djarum.
Seperti diketahui, Hadi Purnomo ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pajak Bank milik keluarga Hartono, konglomerat yang lebih dikenal sebagai pemilik Djarum Group ini. Hadi yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Pajak mengabulkan semua permohonan Bank BCA untuk menghapuskan beban pajak yang harus dibayarkan. Atas perbuatan Hadi itu, negara dirugikan Rp 375 miliar.
Adapun kasus mencuat diawali dari keberatan Bank BCA terhadap koreksi pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. Pihak BCA menganggap hasil koreksi DJP terhadap laba fiskal yang mencapai Rp 6,78 triliun harus dikurangi Rp 5,77 triliun karena BCA telah melakukan transaksi pengalihan aset ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Kala itu, Hadi Purnomo yang saat menjabat Dirjen Pajak diduga mengubah telaah dari Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan SKPN PPh Bank BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan Bank BCA kepada Direktur PPh Ditjen Pajak, pada 17 Juli 2003, terkait non-performance loan (NPL) atau kredit bermasalah senilai Rp 5,7 triliun.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak. Kesimpulannya, permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.
Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA pada 18 Juli 2004, Hadi memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan. Dari semula menyatakan menolak, atas perintah Hadi, diganti menjadi menerima semua keberatan.
Hadi Purnomo kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak. Dengan waktu yang sangat terbatas, tidak ada cukup waktu lagi bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu, alhasil negara pun dirugikan senilai Rp 375 miliar.
Dalam demo tersebut, Fampi juga mendesak KPK untuk mengusut adanya keterlibatan pemilik BCA atas kasus tersebut. (bhc/mat)
|