JAKARTA, Berita HUKUM - Pakar ekonomi dari Econit Dr. Hendri Saparini mengatakan negara mampu mendapatkan lebih dari Rp 15.000 trilun setiap tahun dari sektor Minyak dan Gas (Migas).
"Oh bisa lebih dari (Rp 15.000 triliun) itu," kata Hendri ketika dihubungi BeritaHUKUM.com, Jumat (16/8) via sambungan seluler.
Sebelumnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad telah mengatakan, bahwa sekitar 60 persen perusahaan tambang di Indonesia tak membayar pajak dan royalti kepada negara. Sehingga dalam hal ini, KPK bertekad memperkuat regulasi yang ada untuk meningkatkan tata kelola dan penerimaan negara dari Sumber Daya Alam (SDA) tersebut.
"Hampir 60 persen perusahaan tambang tak bayar pajak dan royalti ke negara. Di Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain," kata Abraham saat menjadi pembicara dalam acara pembekalan calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan, di Senayan, Jakarta, Rabu (3/7), seperti dikutip dari Kompas.
Menurut Abraham, banyaknya perusahaan tambang yang mangkir dari kewajibannya membayar pajak karena adanya kesepakatan ilegal dengan aparat dan pejabat di daerah. Hal itu terlihat dari tidak seimbangnya kemajuan di daerah, baik secara infrastruktur maupun ekonomi.
"Monopoli, yang kaya hanya bupati dan pengusaha-pengusaha hitam. KPK harus masuk dan menyelamatkan ini," ungkap Abraham. Dalam hitungannya, Indonesia berpeluang menerima pemasukan sebesar Rp 15.000 triliun setiap tahun dari hasil mengelola sumber daya alam. Bila dibagi rata, maka setiap warga negara Indonesia akan mendapatkan Rp 20 juta setiap bulan.
Sementara itu, Hendri Saparini menjelaskan bahwa potensi SDA Indonesia sangatlah besar untuk dapat membangun Indonesia yang lebih baik, serta mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Namun negara baru sebatas mendapatkan manfaat finansial, dan parahnya masih banyak perusahaan yang tidak membayar pajak.
"Sekarang ini potensi manfaat sumber daya alam itu masih sangat minimal, karena sekarang ini yang dimanfaatkan baru manfaat finansial. Manfaat finansial itu baru manfaat pajak dan manfaat non pajak bagian pemerintah. Manfaat pajak pun masih banyak sekali perusahaan yang tidak membayar pajak," papar Doktor dari Tsukuba Jepang ini.(bhc/mdb) |