JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Terdakwa perkara dugaan suap proyek pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI/2011 Muhammad Nazaruddin merasa yakin Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum pasti akan digantung di Tugu Monumen Nasional (Monas). Pasalnya, ia tidak yakin Anas tidak menerima sejumlah uang dari proyek pembangunan Stadion Terpadu Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
"Anas pasti akan benar-benar digantung, karena dia benar-benar menerima. Proyek Hambalang kan bisa jalan karena Anas. Saya menjamin di atas 100 persen bahwa benar Anas yang mengatur dan menerima proyek Hambalang. Saya garansi 100 persen," kata Nazaruddin kepada wartawan, sebelum persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Senin (12/3).
Menurut dia, sebagian uang dari proyek Hambalang itu mengalir dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada Mei 2010 lalu, guna pemenangan Anas sebagai ketua umum. Bahkan, ada uang sebesar 7 juta dolar AS yang diambil dari PT Adhi Karya yang merupakan pelaksana proyek Hambalang. "Itu uangnya dari mana? Saya tidak mau menyinggung pribadi Mas Anas. Tapai apakah orang tuanya miliuner? Dari mana uangnya?" ujar Nazaruddin beretorika.
Nazaruddin mengungkapkan, bukti Anas menerima uang Hambalang teramat jelas. Jika tidak menerima uang Hambalang, tidak mungkin Anas mampu membagi-bagikan uang kepada 23 DPC Partai Demokrat untuk pemenangannya dalam Kongres lalu. "Satu DPC dari Jawa Tengah sudah ke Tim Pengawas Demokrat. Bayangkan, kalau 10.000 dollar AS, berapa? Dari Kalsel itu juga ke Timwas Demokrat, amplopnya masih ada. Itu 10.000 sampai 15.000 dollar AS. Itu uangnya dari mana?" papar dia.
Mantan Bendum DPP Partai Demokrat ini menjelaskan, Anas berjasa dalam mengurus sertifikat lahan Hambalang yang bermasalah hampir tiga tahun. Anas telah meminta bantuan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto melalui anggota Komisi II DPR, Ignatius Mulyono. "Setelah Anas bicara dengan BPN, baru keluar sertifikat itu," jelasnya lagi.
Setelah urusan sertifikat tanah selesai, lanjutnya, proyek Hambalang itu diserahkan ke PT Adhi Karya yang bersedia memenuhi commitment fee yang ditentukan. "Aturannya, proses tender, aturannya PT DGI, tetapi karena waktu Kongres yang siap memenuhi (dana) itu, Adhi Karya melalui Tubagus lewat Mahfud lalu dikasih ke Yulianis dibawa ke Bandung. Saya yang bagi-bagi ke teman-teman DPC," ungkap Nazaruddin.
Dilindungi Pimpinan KPK
Pada bagian lain, keterangan mengejutkan muncul dari bibir Nazaruddin. Ia menyebutkan bahwa Anas Urbaningrum berani mengatakan di hadapan publik tidak korupsi, karena dilindungi tiga penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan seorang pimpinan KPK.
Menurut dia, nama ketiga penyidik tersebut adalah Taufik, Arief dan Novel. Sedangkan nama pimpinan tidak disebutkannya. "Sampai sekarang, kalau penyidiknya masih tetap itu, kasus ini tidak akan melebar sampai ke Anas. Percayalah, karena Novel, Taufik, Arief adalah orang-orang yang selama ini ketemu kami (Partai Demokrat-red), sebelum adanya kasus ini," ungkapnya.
Ketiga penyidik tersebut, lanjut dia, merupakan orang titipan Anas lewat mantan Ketua KPK Chandra M Hamzah. Chandra, Anas, Nazaruddin dan tiga penyidik tersebut, sebelum Nazaruddin kabur ke Singapura intens melakukan pertemuan. Pertemuan dilakukan dalam rangka merancang strategi ke depan dalam menghadapi kasus suap wisma atlet.
"Pimpinan KPK dan penyidiknya sering bertemu saya dan Anas, waktu membangun komitmen ke depan. Saya kan udah bilang dari awal bahwa Chandra terima gratifikasi, tapi tidak pernah disidik. Hanya kode etik untuk selamatkan (Chandra), Ade Raharja juga. Kalau KPK mau fair, saya bilang Chandra terima Gratifikasi laporkan ke Mabes Polri, suruh Mabes Polri (periksa)," tandasnya.(dbs/biz/spr)
|