JAKARTA, Berita HUKUM - Muhammad Nazaruddin, mantan bendahara Partai Demokrat geram melihat Anas Urbaningrum, karena ketua umum Partai Demokrat itu masih melenggang bebas. Nazar sapaan akrabnya M Nazaruddin menjelaskan kronologis keterlibatan Anas dalam mega proyek sarana dan prasarana pembangunan Pusat Pelatihan dan Pendidikan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Anas, kata Nazar seharusnya ditetapkan jadi tersangka, sebab ia merupakan orang yang paling menikmati uang Hambalang, Selasa (8/1).
Bukan kali ini saja Nazar geram karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak kunjung menetapkan Anas tersangka. Berbagai keterangan telah ia jelaskan mengenai keterlibatan Anas. Kali ini Nazar lebih detail menjelaskan kronologis keterlibatan mantan atasannya itu. Anas mendapat pundi-pundi uang Hambalang lewat peran bawahannya, Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Munadi Herlambang. Munadi itu, tambah Nazaruddin, adalah salah satu kantong bisnis Anas. "Jadi begini, mas anas ngerjain proyek-proyek BUMN, kan kadang-kadang BUMN itu, istilahnya tidak nurut sama mas Anas. Itulah gunanya Munadi," kata Nazar.
Munadi itu, masih kata Nazar, punya orang tua yang menjadi Deputi Menteri BUMN, Mukhayat. Jadi lebih mudah jika Munadi yang mengurus ke BUMN. Jadi kalau kasus Hambalang ada yang mau mengganggu, Anas memanggil Munadi untuk melaporkan ke orangtuanya. "Kemudian Munadi ngomongnya sama Ebesnya (bapaknya). Nanti Bapaknya, Munadi panggil PP, dan PP dibilangin jangan bandel-bandel itu udah punya PT Adhi Karya, karena Hambalang itu udah di setting dimenangkan Adhi Karya".
"Jadi Munadi Herlambang itu salah satu kantongnya mas Anas. Munadi selain di Dutasari juga di PT Berkah Alam Berlimpah. Nah di Berkah Alam itu ada saya, Munadi dan Atyah (istri anas). Nah kalau di Dutasari, Munadi, Mahfud dan Atyah (istri anas)," cerita Nazar. Yang menyetting semua proyek Hambalang semua dari awal itu Anas, cuma memang mas Anas itu, tahu benar. Kalau Andi Mallarangeng tahu di dalamnya ada mas Anas, pasti Andi akan meng Cut (memotong) proyek itu. Makanya, seperti pertemuan di kantor di ruang Menpora, itu semua mas Anas yang nyetting. Tapi ngak boleh ketahuan bahwa itu mas Anas," ujar Nazar.
Bahkan, seorang bawahan Andi saat itu, Wafid Muharram kalau ada sesuatu tidak akan melapor ke Andi, tapi melapor ka Anas. Nanti Anas yg mengkondisikan supaya Wafid bisa dekat sama Menpora. Kunci untuk membuka kebenaran kasus Hambalang sangatlah mudah, kata Nazar. Awalnya kan mau menyelesaikan sertifikat Adhyaksa Dault (Menpora sebelum Andi). Namun sampai lima tahun tidak selesai, karena yang bisa menyelesaikan hanya Anas. "Yang nyuruh memanggil pak Ignatius, setelah ketemu di Nippon, seminggu kemudian surat itu keluar yaitu surat yang ditandatangani Joyo berisikan penerbitan serifikat. Surat itu keluar dari BPN, ditujukan pada pak Wafid. Tapi bukan diantarkan pak Wafid. Dokumen asli diantarkan sama stafnya pak Joyo ke pak Ignatius," terangnya.
Tapi, masih kata Nazar, tujuan suratnya atas nama Wafid. Kemudian surat itu oleh Ignatius, aslinya dikasih ke Anas. Jadi tidak ada dari BPN yang antar dokumen asli ke Wafid. "Tapi waktu pak Wafid sama saya dikonfrontir, Wafid ditanya terima dokumen asli itu dari mana?, kemudian saya bilang, pak Wafid inget ngak waktu pertemuan sama saya, dan sama mas Anas. Dia bilang, oh iya kan pak Wafid terimanya dari sana, bukan dari BPN. Cuma pak Wafid bilangnya tiba-tiba udah di mejanya," papar terpidana kasus Hambalang itu.(bhc/din) |