JAKARTA, Berita HUKUM - Muhammad Nasir Djamil sebagai Anggota DPR RI dari Komisi III fraksi PKS menyampaikan terkait issue 'Makar' dan larangan untuk Aksi Bela Islam lanjutan jilid III pada 2 Desember 2016 mendatang, yang juga ditayangkan terus di beberapa stasiun televisi, menurut Nasir Djamil bahwa, bila dipikir tidak tepat kalau ada larangan.
"Malahan, timbul pertanyaan dalam benak saya, mengapa mereka melarang itu? Apakah karena hasil kunjungan ke MUI, atau kemana-mana itu?," tanyanya, saat diwawancarai selepas usai hadir pada diskusi publik oleh Kesatuan Aksi Keluarga Besar HMI bertajuk 'Akankah Ahok Dipenjara?' yang digelar di sekretariat PB HMI, Jakarta Selatan pada, Senin (21/11).
"Saya pikir MUI juga harus ikut bertanggung jawab dengan sikap keagamaan. Ini bukan fatwa MUI, namun, ini sikap keagamaan yang posisinya itu lebih tinggi di atas fatwa. Jadi MUI juga harus menyelamatkan sikap keagamaan mereka. Dan ada aksi massa yang ingin menyelamatkan posisi mereka," ungkap Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi Hukum, HAM, dan Keamanan itu menyampaikan.
Maka itulah, sambung Nasir melanjutkan pandangannya, kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mestinya harus mengingatkan supaya tidak melarang. "Disamping itu kami juga mengingatkan Kepolisian sebagai mitra kerja, jadi jangan dilarang. Justru diarahkan, dijaga, sehingga kemudian membantu Kepolisian jangan kemudian dicurigai dan bahkan dikatakan makar dan atau sebagainya," tegas Nasir Djamil.
"Ini soalnya asset-asset bangsa yang harus dijaga dari anak-anaknya yang ingin merusak (mereka cinta)," terangnya, apabila ada indikasi tindakan anarkis harusnya diingatkan seperti itu dalam memberikan himbauan.
Sedangkan, untuk persoalan status tersangka yang sudah ditetapkan oleh pihak Kepolisian terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Gubernur DKI Jakarta non aktip, selanjutnya Anggota Komisi III itupun mengutarakan bahwa, hal ini sudah terdengar oleh berbagai pihak, baik umum dan tertentu saat ini. "Nah, ada baiknya harus memulai dan tidak boleh lagi dipasung dengan praduga tidak bersalah," paparnya.
"Ini soal genting, soal etika pejabat publik ditambah apalagi prosesnya lama. Karena beliau itu kan calon kepala daerah jadi tidak bisa main-main. Sejatinya selaku kepala daerah mestinya menjadi panutan, karena diikuti, memimpin," jelasnya.
Kemudian untuk memudahkan pemeriksaan dan menghindari hal-hal yang dapat memperkeruh suasana, menurut Nasir bahwa, soalnya Ahok ini yang dianggap selalu mengucapkan kata-kata yang memperkeruh suasana dan menyulitkan aparat penegak hukum. "Supaya tidak menimbulkan masalah lagi dan menimbulkan masalah baru lagi bagi dirinya sendiri. Ada upaya yang bisa di indikasikan provokasi, Ini yang perlu dijaga dan perlu pembelajaran," pungkasnya.(bh/mnd) |