JAKARTA, Berita HUKUM - Langkah pemerintahan Jokowi menutup-nutupi pribadi maupun perusahaan pembakar hutan dinilai merugikan masyarakat.
Selain itu juga membuka potensi kongkalikong penanganan kasus ini.
Untuk itu, sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 28 mensomasi pemerintah agar segera membetuk tim independen mengusut kasus ini. Tim diharapkan bekerja secara transparan dan bisa diawasi oleh masyarakat luas.
“Jika dalam tenggat waktu 7×24 jam sejak Somasi dilayangkan dan tidak terdapat respon yang memadai atas somasi ini, maka kami akan melakukan langkah hukum yang dianggap perlu,” ujar Haris Rusly, aktivis Petisi 28 di Jakarta, Selasa (3/11) kemarin.
Haris mengungkapkan hal itu melalui siaran pers. Berikut kutipannya:
"Pembakaran lahan yang berdampak pada asap pekat di sejumlah daerah telah berkurang karena diguyur oleh hujan. Namun penegakan hukum atas kejahatan kemanusian dan pengerusakan lingkungan yang didukung oleh tindakan pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah Joko-Kalla tersebut tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja.
Apalagi ada kecenderungan rekayasa pengalihan isu melalui rekayasa polemik tentang photo selfie antara Presiden Joko dengan warga Suku Anak Dalam di media sosial, seakan-akan persoalan pembakaran lahan telah tuntas diselesaikan melalui blusukan Presiden Joko yang disertai photo selfie dengan warga Suku Anak Dalam.
Karena itu, terkait kejahatan pembakaran lahan yang dilakukan secara masif dan berdampak pada kerugian puluhan juta penduduk (baik kerugian materil maupun imateril) di sejumlah daerah tersebut, kami warga negara Indonesia yang tergabung dalam PETISI 28 melalui advokat yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum Solidaritas Indonesia (LBH SI) akan menyampaikan SOMASI kepada Presiden Joko Widodo, Gubernur Propinsi Riau, Gubernur Propinsi Jambi, Gubernur Propinsi Sumatera Selatan, Gubernur Propinisi Kalimantan Tengah, serta Bupati dan Wali Kota se Propinsi Riau, Se Propinsi Jambi, Se Propinsi Sumatera Selatan dan Se Propinsi Kalimantan Tengah.
Somasi tersebut disampaikan untuk mendesak Pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla untuk:
1). Membentuk tim independen untuk melakukan pengusutan secara independen, transparan dan tanpa campur tangan pemerintah untuk mengungkap secara tuntas dugaan keterlibatan secara langsung maupun tidak langsung, baik pribadi-pribadi dan/atau perusahaan-perusahaan yang diduga secara sengaja melakukan pembakaran lahan. Pengusutan juga harus dilakukan terkait dugaan jual beli izin lahan perkebunan yang melibatkan Pemerintah Pusat serta Gubernur dan Bupati.
2). Melakukan penegakan hukum secara transparan terhadap pembakaran lahan/hutan baik pribadi dan atau perusahaan untuk menghindari terjadinya “hengky pengky” penegakan hukum antara pelaku pembakaran lahan dengan aparat penegak hukum, yaitu dengan membuka daftar perusahaan yang terbukti melakukan kejahatan pembakaran lahan kepada publik.
Kami menilai jika penegakan hukum dilakukan secara tertutup, konspiratif dan tanpa kontrol publik sebagaimana yang digariskan oleh kebijakan Pemerintahan Joko-Kalla, maka potensi diskriminasi penegakan hukum dan jual beli perkara hukum dalam kasus pembakaran lahan akan sangat mudah terjadi.
Bukankah dengan penegakan hukum yang dilakukan secara transparan saja masih berpeluang terjadi jual beli perkara, apalagi penegakan hukum tersebut dilakukan secara tertutup, beraroma konspiratif dan tanpa kontrol publik. Karena itu, prinsip penegakan hukum yang transparan harus menjadi pegangan utama para penegak hukum, agar keadilan bisa ditegakan dan perkara hukum kejahatan pembakaran lahan tidak "diijon" oleh aparat penegak hukum.
"Atau jangan-jangan ada misi khusus untuk melindungi sejumlah perusahaan tertentu melalui kebijakan penegakan hukum yang dilakukan secara tertutup, karena sejumlah perusahaan yang diduga sebagai pembakar lahan tersebut adalah donatur yang diduga menpunyai kontribusi besar memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat dilangsungkan Pilpres 2019".
3). Memberi ganti rugi yang layak dan patut kepada puluhan juta korban kabut asap di lokasi yang menerima dampak langsung pembakaran lahan. Kami menilai akibat dari kejahatan pembakaran lahan yang dilakukan baik oleh perusahaan maupun pribadi serta kelalaian pemerintahan Joko-Kalla dalam mencegah dan mengantisipasi dampak pembakaran lahan telah menyebabkan kerugian yang diderita oleh masyarkat, baik kerugian materil maupun imateril.
Sebagai contoh dari kerugian materil adalah terganggunya aktivitas masyarakat dalam mencari nafkah, baik petani maupun nelayan yang tidak dapat beraktivitas selama tiga bulan hingga empat bulan, karena jarak pandang yang tergganggu oleh asap pekat.
Sementara kerugian imateril adalah jatuhnya puluhan korban jiwa akibat menghirupa asap, serta gangguan kesehatan berupa ISPA yang berdampak jangka pendek maupun jangka panjang yang diderita oleh puluhan juta warga.
Kenyataan tersebut dibenarkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa dampak asap akibat pembakaran lahan dan hutan dapat mengganggu kesehatan secara jangka panjang.
4). Mencabut izin, menyita dan merampas (untuk menjadi milik negara) seluruh asset perusahaan-perusahaan yang terbukti membakar lahan, menginisiasi, mendanai dan/atau perbuatan serupa lainnya.
Jika dalam tenggat waktu 7x24 jam sejak SOMASI dilayangkan dan tidak terdapat respon yang memadai atas somasi ini, maka kami akan melakukan langkah hukum yang dianggap perlu.
Kami juga menyerukan kepada seluruh masyarakat yang menderita kerugian materil maupun imateril akibat kejahatan pembakaran lahan untuk melakukan upaya hukum dan tindakan politik, baik secara sendiri sendiri atau bersama-sama, untuk menuntut ganti rugi yang setimpal kepada pemerintah dan perusahaan pembakar lahan atas kerugian yang telah dideritanya.
Jakarta, 03 Nopember 2015
SOMASI DISAMPAIKAN OLEH:
Haris Rusly, dkk. (Aktivis Petisi 28)
PENGACARA LBH SOLIDARITAS INDONESIA:
Ahmad Suryono, SH, MH.
M. Taufik Budiman, SH.(teropongsenayan/forumhijau/bh/sya) |