JAKARTA, Berita HUKUM - Terhitung mulai Januari 2014, pemerintah menaikkan jatah beras miskin (Raskin) dari 15 kilogram (Kg) menjadi 20 Kg. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 4 triliun – Rp 5 triliun Raskin untuk 15,5 juta Rumah Tangga Miskin Sasaran (RTMS) di seluruh tanah air.
Menko Kesra Agung Laksono mengemukakan, dibanding 2013 jumlah RTMS mengalami penurunan karena ada perubahan perbaikan kesejahteraan. Pada 2013 ini jumlah RTMS penerima Raskin tercatat 17,7 juta.
“Penurunan ini karena yang tadinya miskin jadi tidak miskin. Karenanya, jumlah sasarannya juga menurun,” kata Menko Kesra, HR. Agung Laksono usai Rakor Kesra Tingkat Menteri Mengenai Laporan Pelaksanaan Kebijakan Program Penyaluram Raskin 2013, di Kemenko Kesra, Jakarta, Kamis (11/4) pagi.
Agung menjelaskan, penentuan jumlah Rumah Tangga Miskin Sasaran berdasarkan survei dan data tunggal Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
Untuk semakin mematangkan penyaluran raskin ini, menurut Menko Kesra, pemerintah akan mengadakan rapat koordinasi tim raskin di enam daerah, yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa, Maluku, NTT, dan Papua.
Ia menegaskan, meski jumlah sasaran menurun dan jatah beras naik, perhitungan harganya tetap Rp1600/kg meskipun pemerintah membelinya mungkin naik dari harga semula.
Mengenai masalah distribusi, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, pemerintah akan membuat surat edaran kepada bupati/walikota untuk membantu menyalurkan beras raskin dari titik distribusi hingga titik bagi. Anggaran untuk 50 ribu titik distribusi ke 100 ribu lebih titik bagi tidak dibebankan kepada masyarakat miskin, tetapi menjadi tangguangan daerah.
“Jangan dibebankan kepada masyarakat miskin,” tegas Menko Kesra Agung Laksono seraya menambahkan cadangan beras pemerintah ada 100 ton di tiap kabupaten dan 200 ton di tingkat provinsi.
Subsidi Pemerintah
Sementara itu, Dirut Perum Bulog, Sutarto Alimoeso, menjelaskan, terkait keluhan beras bau apek atau berkutu, bukan karena mutu beras itu jelek. Karena pemerintah memberikan subsidi Rp6000 perliter sementara masyarakat membelinya dengan harga Rp1600/kg. “Ini lebih karena lamanya penyimpanan di gudang. Karena pada musim barat angkutan menjadi kendala, maka sebelum musim barat beras sudah ada di lokasi,” ujar Sutarto.
Dirut Perum Bulog itu mensinyalir, masyarakat tidak tahu jika produksi beras sekitar 70 persen terjadi pada Maret-Juni, yaitu musim hujan. Dihasilkan dari 17,5 juta petani dengan varietas dan pabrik beras yang bermacam-macam. Sementara pemerintah harus membeli pada waktu itu juga agar bisa disalurkan hingga tahun depan. Sebab, kalau tidak dibeli saat itu, akan dibeli oleh tengkulak.
“Kita ini negeri tropis, investasi serangga dan hamanya banyak. Idealnya beras disimpan dalam waktu tiga bulan, karena tidak bau dan tidak berkutu. Kalau lebih dari enam bulan, beras akan bau apek. Sama halnya dengan baju yang disimpan selama seminggu, kan pasti bau apek,” papar Sutarto.
Karena produksi beras tidak merata sepanjang tahun, maka harus disimpan di gudang. Sementara itu, musim paceklik selalu terjadi pada Agustus-Februari. Jadi stok di gudang dibagikan untuk 8-9 bulan ke depan. Jadi bisa dimaklumi jika beras bau apek dan kadang berkutu. Meski begitu, pemerintah tetap menjaga mutu beras raskin.
“Kalau beras raskin mau dimasak, ya dicuci dulu. Tidak ada masalah bagi kesehatan. Kalau mau, dicampur dengan beras bukan raskin,” tukas Dirut Perum Bulog.(es/skb/bhc/rby) |