JAKARTA - Pengamat Sosial Mr Khan Hiung menyampaikan dirinya memberikan himbauan dan mengajak sesama warga pemilik dan penghuni rumah susun atau apartemen diseluruh Indonesia khususnya yang merasa terzholimi, harus bergerak bersama untuk menuntut hak-hak sebagai pemilik dan penghuni apartemen, jangan diam seperti mesin ATM.
"Mari saudara-saudari sebangsa dan setanah air yang terhormat semuanya, kita bersama-sama berjuang turut membela kebenaran untuk keadilan agar kedepannya NKRI menjadi maju dan makmur," ungkap Mr Khan, sebagai pengamat sosial keturunan Tionghoa, di Jakarta pada, Senin (5/3).
Semakin banyak warga pemilik dan penghuni apartemen yang peduli, maka semakin besar kekuatan warga untuk mendapatkan kemenangan dalam perjungan menuntut hak-hak warga sebagai pemilik dan penghuni apartemen dan sebagai rakyat Indonesia yang turut merdeka untuk mendapatkan rasa kemerdekaan yang sesungguhnya.
"Kemudian perlu kita sadari dan fahami, hal-hal lingkungan hidup merupakan hajat hidup orang banyak sehingga hal ini mengacu hak asasi manusia atau HAM, untuk itu definisi pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dikelola seperti badan bisnis baik perorangan maupun kelompok," ungkapnya.
Apalagi pengelolaan rumah susun atau apartemen sesuai UU dan pedomannya dengan membangun rumah susun, agar rakyat yang berpenghasilan rendah menjadi bisa terjangkau.
Kemudian, untuk ke depan yang Mr.Khan sampaikan ingin arahkan dalam menuntut hak-hak sebagai warga pemilik dan penghuni apartemen tidak ada resiko apa pun untuk warga, jadi jangan pernah merasa takut atau khawatir. "Siap bertanggung jawab dibarisan paling depan dalam perjuangan ini," tambahnya.
Hanya saja, memang Mr Khan merasa dan memberikan saran warga yang tidak sempat untuk selalu hadir dalam rapat dan mondar mandir kesono kemari tetap peduli untuk memberikan tanda tangan dukungan, berdoa dan juga ulurkan tangannya bila diperlukan, agar perjuangan ini menjadi sebuah kekuatan yang kuat dan kuat.
"Saya, Pak Aoh, Pak Indra Dkk semuanya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu akan selalu lakukan yang terbaik dalam perjuangan ini, Kami sangat berharap mendapatkan dukungan sebesar-besarnya dari teman-teman semuanya sesama warga pemilik dan penghuni apartemen," tukasnya.
Tanpa dukungan yang cukup kompak, perjuangan ini tidak akan bisa bergerak, hal ini juga merupakan permasalahan kita bersama, jangan pernah ada rasa takut untuk memberikan dukungan.
Lebih lanjut, pemuda yang acapkali memperhatikan persoalan sosial dan hukum itupun sampaikan tidak akan ada resiko apa pun untuk warga yang turut memberikan dukungan. "Kita hanya ingin menuntut hak-hak yang sesungguhnya sebagai warga pemilik dan penghuni apartemen, dan semua tuntutan akan berdasarkan undang-undang, bukan cara sembarangan," paparnya.
Justru sebaliknya jika warga selalu merasa takut yang tidak mendasar atau tidak masuk di akal sehat, tidak mau peduli atau tidak mau tahu dan atau cuek, warga akan setiap bulan mengeluarkan biaya yang cukup besar seperti menyewa unit apartemen, padahal pemilik apartemen, pihak yang menyewa akan seperti membayar biaya double.
Semua biaya yang harus dibayar setiap bulan itu sebagian besar sesungguhnya banyak yang tidak pantas atau tanpa dasar undang-undang, seperti contoh-contoh dibawah ini mereka menerapkan parkir bayar, tagihan harga listrik per kwh yang tidak sesuai dengan harga dari perusahaan listrik negara atau PLN, tagihan Iuran Pengelolaan Lingkungan atau IPL yang lebih tinggi dari yang sesungguhnya atau tidak sesuai dengan perintah UU, tagihan yang tidak jelas ditambah-tambahkan kedalam invoice, ungkapnya.
Pembayaran unit yang sudah lunas akan tetapi belum memiliki hak unit yang sesungguhnya, karena belum mendapatkan sertifikat SHMSRS, belum mendapatkan copy pertelaan, dimana itu hak bersama dan benda bersama, sertifikat induk masih dikuasai oleh developer,
Pengelolaan masih dikuasai oleh developer yang seharusnya diserahkan kepada warga untuk membentuk PPPSRS untuk meneruskan dan memimpin pengelolaan berdasarkan UU,
Ini ada sebuah fakta contoh; disebuah apartemen alih-alih biaya BPHTB sekitar Rp.18.000.000 x sekitar 9.000 warga = hitung sendiri, hampir semua warga pemilik telah titip ke tangan developer yang dimintai oleh developer dari awal dan penitipan itu sudah lunas pun surat akte jual beli atau Ajb tidak kunjungan datang, ini semua saya perkirakan sangat kuat telah melanggar undang-undang yang berlaku baik perdata maupun pidana." jelas Mr Khan.
Ditambah lagi pengelolaan lingkungan yang tampak kurang baik seperti contoh; didalam lorong koridor tidak dipasangnya CCTV, ini potensi masuknya kejahatan yang tidak terdeteksi dan lain sebagainya.
"Itu semua yang saya sampaikan adalah hak-hak warga yang harus dituntut dari tangan developer, dan dalam perjuangan ini kita juga akan turut mendesak pemerintah terkait yakni Kemenpupera, serta Gubernur DKI Jakarta untuk turut membina hal permasalahan rumah susun atau apartemen sesuai UU yang berlaku," urainya.
"Menteri dan Gubernur tidak boleh diam atau seperti pura-pura tidak tahu, ini mereka yang memiliki kewenangan harus hadir dan tegas untuk menyelesaikannya," tegasnya.
"Salam perjuangan dan persahabatan untuk saudara-saudari sebangsa dan setanah air dan semua pemilik dan penghuni apartemen seluruh Indonesia, Saya dan kawan-kawan sangat membutuhkan dukungan teman - teman semuanya dalam perjuangan ini," tutup Mr Khan.(bh/mnd) |