JAKARTA, Berita HUKUM - Sekadar kilas balik, Mintarsih, Purnomo, serta Chandra Suharto sejatinya adalah kongsi lama saat mendirikan CV Lestiani tahun 1971. CV Lestiani ini merupakan salah satu pemegang saham PT Blue Bird Taksi. Setelah Chandra meninggal pada Oktober 2010, kepengurusan CV Lestiani diteruskan oleh Purnomo dan Mintarsih.
Dalam perjalanannya kongsi tersebut tidak bisa harmonis. Mintarsih menuding Purnomo tidak menjalankan peseroan sesuai dengan anggaran dasarnya. Lantas ia minta pengadilan membubarkan CV Lestiani.
Selaku pemegang saham Blue Bird, Mintarsih A Latief memiliki hak atas saham PT Blue Bird sebesar 20 persen, dilarang oleh Purnomo selaku direktur operasional. Mintarsih yang berprofesi sebagai seorang psikiater itu dilarang mengelola perseroan, padahal dia bertindak sebagai direktur administrasi dan personalia. "Tindakan Purnomo melarang mengelola perseroan adalah tindakan sepihak," kata Mintarsih, dalam keterangannya kepada awak media, di Jakarta, Minggu (18/6).
Sementara itu, Purnomo tidak meminta persetujuan para pemegang saham Blue Bird yang lain. Purnomo juga tidak melakukan upaya hukum dalam menggeser Mintarsih di perusahaan keluarga tersebut. Hal tersebut dicantumkan secara gamblang dalam buku otobiografi berjudul 'Sang Burung Biru' halaman 268 dan 269.
Selain itu, dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Blue Bird yang masih menggunakan UU Perseroan Terbatas tahun 1995 rupanya tidak menyesuaikan dengan UU Perseroan Terbatas tahun 2007. "Padahal hal itu sudah diatur dalam surat Kementerian Hukum dan HAM Nomor 9934 Tahun 2012 dan Nomor 1150 Tahun 2013 tentang perseroan terbatas," ujar Mintarsih.
Dengan demikian, Mintarsih menegaskan, kuat dugaan Blue Bird melawan hukum dan ilegal. "Selama 17 tahun, Blue Bird juga tidak pernah mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan tidak ada pula laporan keuangan yang disampaikan kepada para pemegang saham. padahal selama 17 tahun pula keuntungan terus mengalir sehingga membuat para pengelolanya kaya raya," ungkap Mintarsih.
Mintarsih menjelaskan, Purnomo selaku direktur operasional Blue Bird beserta kroninya selama 17 tahun membiarkan Blue Bird berjalan sebagai perusahaan ilegal. Purnomo Cs juga melakukan pengalihan saham besar-besaran. "Saham CV Lestiani milik saya dialihkan ke PT Ceve Lestiani milik Purnomo Cs. Purnomo Cs juga menggunakan daftar pemegang saham yang tidak sah, dengan demikian maka Akta RUPS per tanggal 7 Juni 2013 juga tidak terdaftar di Kemenkumham," tandasnya.
Dalam Akta RUPS itu juga disebutkan pergantian direksi Blue Bird serta susunan pemegang saham. Ironisnya, Purnomo Cs membuat salinan Akta RUPS 7 Juni 2013 dengan Nomor 14 tanggal 10 Juni 2013. Hal itu tentu saja mengecoh pihak Kemenkumham.
Berdasarkan data, dokumen serta fakta-fakta yang ada itulah, Mintarsih A Latief akan memperjuangkan haknya sebagai pemegang saham Blue Bird yang sah. Perkara ini pun kini masih bergulir untuk mendapat penyelesaian melalui persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sudah memasuki babak akhir. "Dalam sidang yang digelar pada Rabu, tanggal 21 Juni 2017 nanti, majelis hakim akan membacakan kesimpulan sebagai agenda persidangan," ujarnya.(bh/yun)
|