JAKARTA, Berita HUKUM - Kritik tajam dan kecaman bermunculan atas penunjukkan Warih Sadono sebagai Staf Ahli bidang Implementasi Kebijakan Strategis, Kementerian Badan usaha milik negara (BUMN).
Walau sempat berdinas di KPK, Warih yang juga eks Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini dianggap memiliki banyak 'dosa' alias kinerja yang kurang baik selama mengabdi di Korps Adhyaksa.
Menurut Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, Menteri BUMN Erick Thohir seperti menutup mata dalam memilih Warih. "Jangan lupa, semasa menjabat Kajati DKI, banyak anggota Warih yang kena OTT KPK kasus suap dan pemerasan. Bahkan Warih pun diduga sempat diperiksa," ujar Haris di Jakarta, Rabu (4/3).
Banyaknya OTT di Kejati DKI tersebut, kata Haris, membuktikan Warih Sadono tidak tegas membersihkan institusi dari anak buahnya yang korup di internal. Termasuk lalai melakukan pengawasan melekat di jajarannya.
Penunjukkan Warih ini pun mencoreng kinerja positif Erick selama ini yang dikenal sedang bersih-bersih di seluruh korporasi pelat merah. Erick pun dinilai abai memperhatikan track record negatif Warih.
"Ada hubungan apa Menteri BUMN dengan Warih? Ini harus dijelaskan ke publik, apa alasan memilih Warih kalau alasannya karena akhlak, kita semua tahu betul akhlak yang bersangkutan sebenarnya seperti apa. Kementerian BUMN harus diisi pejabat publik yang jelas track record nya. Jadi penunjukkan Warih harus dibatalkan," kata Haris.
Hal yang sama juga disampaikan pengamat hukum dari Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad. Menurutnya, Menteri BUMN hendaknya memilih pejabat dengan mengedepankan integritas, track record dan reputasi yang baik.
"Ya rekruitmen pejabat, salah satu prinsipnya adalah transparansi. Termasuk dalam pertimbangannya, Kementerian BUMN sangat strategis hendaknya pilihan pejabatnya mengedepankan integritas, termasuk mengecek reputasi Warih," tutur Suparji.
Warih pun dinilai Suparji tak layak dipilih sebagai pejabat BUMN. Sebabnya memiliki catatan yang kurang baik. "Jika dipaksakan, maka trust alias kepercayaan publik terhadap BUMN berpotensi menurun dan memunculkan spekulasi," jelasnya.(bh/mos) |