JAKARTA, Berita HUKUM - Aktivis dan pengamat politik Indonesia Ray Rangkuti selaku direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia mengatakan bahwa, gelombang masyarakat tidak setuju dengan rencana DPR RI merevisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 terus terjadi, baik berdasarkan forum-forum resmi, aktivis, jurnalis, baik juga dari kalangan mahasiswa yang turut pula mengajukan penolakan revisi Undang-undang KPK tersebut, hal itu ia sampaikan saat acara diskusi publik bertema, "Menolak RUU KPK, RUU Pengampunan Pajak dan Berhentinya BLBI" di restoran di kawasan Jalan Sunda, Jakarta Pusat pada, Rabu (17/2).
Ray Rangkuti juga mengkritisi bahwa, Dewan pengawas yang ikhawalnya pula nanti akan dibentuk oleh DPR, hanya sebagai jangkar kekuatan legislatif di lembaga antirasuah tersebut.
"Bagian integral dari institusi KPK, namun dibentuk dan dilantik oleh Presiden (eksekutif). Artinya, Dewan Pengawas ini tidak akan bertanggungjawab terhadap Pimpinan KPK, namun pada yang membentuk dan melantiknya," ungkap Ray.
Sementara, sejatinya, unsur tertinggi dalam KPK itu adalah komisioner, yang diindikasikan setingkat dengan lembaga setingkat dengan Kementerian. Namun, bila nantinya Dewan Pengawas bertanggungjawab kepada Presiden, bertanggungjawab kepada Presiden selaku Kepala Negara, bukan sebagai Kepala Pemerintahan. "Mestinya, Institusi ini berada dibawah dalam bagian Integral KPK. Dewan Pengawas ini harusnya bertanggungjawab kepada dewan pimpinan KPK," kata Ray Rangkuti.
"Kalau begitu sebut saja dia bukan bagian integral dari Institusi KPK. Hal tersebut koheren dengan indikasi keinginan DPR untuk meng- SP3 penindakan kasus yang ditangani KPK. Padahal penanganan kasus di KPK, tidak pernah ada SP3," jelas Ray.
"Memeriksa apakah kasus yang ditangani oleh KPK itu apakah memenuhi prosedur. Tiba-tiba dianggap tidak memenuhi Prosedur, maka bisa saja KPK akan mengeluarkan SP3," tambahnya lagi.
Menurut Ray Rangkuti, indikasinya begitulah skenarionya, pengeluaran poin di KPK bisa berujung SP 3, yang nantinya bisa merembet kemana-mana. Bahkan, Operasi Tangkap Tangan (OTT) bisa juga di Sp3. Soalnya, kekuatan tertentu di Legislatif, Eksekutif lalu Dewan Pengawas.
"Ini bukan lagi sekedar memperlemah KPK, namun membunuh KPK. Ditambah lagi yang unik dimana unsur pimpinan KPK sekali dalam 24 jam, bahwa Pimpinan KPK harus memberikan laporan ke Dewan Pengawas. Penyidik berikan pada Pimpinan KPK lalu ke Dewan Pengawas. Laporan dari Pimpinan diberikan kepada Dewan Pengawas, " ungkapnya.
Dimana, KPK menjadi lembaga paling dipercayai Publik di luar TNI dan Institusi Kepolisian. Kepercayaan publik kepada KPK menurun, akhirnya kita tinggalkan saja waktu KPK untuk hidup. Dan bisa menjaga selama 10 tahun selaku lembaga yang dipercaya publik, lalu kemungkinan tidak ada. Bukan saja memperlemah, namun berujung membunuh KPK, cetus Ray Rangkuti.(bh/mnd) |