JAKARTA, Berita HUKUM - Dua koruptor mengenakan baju tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tersenyum penuh kemenangan. Salah satunya, menenteng ember berisi bata merah dengan skrup. Lainnya, membawa papan bertuliskan "Peletakkan Batu Pertama Pembangunan Museum Komisi Pemberantasan Korupsi". Keduanya, bersiap akan menancapkan papan tersebut di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, pada Kamis (8/10) lalu.
Ini merupakan bagian dari aksi teatrikal Koalisi Pemantau Peradilan. Aksi peletakkan batu pertama sebagai simbol ‘matinya’ KPK jika Rancangan Undang-Undang KPK jadi disahkan oleh DPR.
"Kami mendukung adanya revisi UU KPK, karena kalau KPK lemah kasus kami juga berhenti," sindir demonstran.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, revisi UU KPK justru disinyalisasi akan melemahkan kewenangan KPK. Dalam ketentuan umum RUU KPK, disebutkan KPK hanya berfokus pada bidang pencegahan saja, tidak dalam rangka penindakan. Kemudian, pada Pasal 5, KPK dibatasi jangka waktu KPK berdiri yaitu 12 tahun. KPK juga diberi kewenangan hanya mengusut kasus yang nilai kerugiannya diatas Rp 50 miliar.
"Kami menganggap ada persoalan serius yang tak dipahami DPR soal penguatan KPK. Alih-alih memperkuat KPK, nyatanya substansi RUU tersebut justru akan melemahkan dan pada akhirnya membunuh KPK," tegas Abdullah.
Koalisi Pemantau Peradilan di antaranya terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Institute for Criminal Justice Reform, Masyarakat Pemantau Peradilan FH UI, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan.(kpk/bh/sya)
|