JAKARTA, Berita HUKUM - Dalam diskusi yang bertajuk 'Perubahan dimulai dari Partai: Menggugat Sistem Pendanaan dan Kaderisasi di Partai’ yang digelar di Galeri Cafe, Cikini Jakarta, Kamis (2/5), Mayor Jenderal (purn) Saurip Kadi mengungkapkan bahwa Partai politik yang sejatinya wadah menyalurkan aspirasi sudah berubah. Saat ini, ia hanya berfungsi sebagai alat kekuasaan. Maka, wajar bila publik tak lagi percaya pada partai.
Dia menambahkan, saat ini banyak regulasi dalam Undang-Undang yang membatasi hak warga negara dalam berpolitik. Seperti adanya aturan parlementary threshold dan presidensial threshold.
Menurut Saurip, ditilik dari latar belakang, partai mestinya berisi tokoh-tokoh yang punya kesamaan Visi dan Misi. Sekarang hal ini sudah menjadi aneh, karena seringnya orang-orang partai ribut di internalnya dan dengan masalahnya sendiri. Oleh karena itulah, rakyat melihat mereka layaknya binatang.
"Sebenarnya, Parpol itu dibentuk lewat engineering demokrasi. Parpol kan bukan binatang, melainkan kumpulan orang-orang dengan visi strategis dan cita-cita mulia," ujarnya.
Bahkan, ulah sebagian oknum parpol yang cenderung menumpuk harta untuk kepentingan pribadi, semakin mencederai demokrasi. Karena itu, sudah menjadi kemestian bahwa wajah partai diubah kembali ke hakiktanya.
"Orientasi partai telah berubah, karena itu sistem perlu diluruskan," papar mantan asistes staff teritorial tersebut.
Mengapa, katanya, banyak kader partai bisa loncat dari satu partai ke partai yang lain meskipun berbeda ideologi dari partai sebelumnya. "Masihkah ada ideologi dan masihkah penting ideologi partai?" katanya.
Menurut Saurip, tugas Parpol adalah menjaga ideologi dan melaksanakan program kerja. Namun, fenomena tersebut tidak terjadi di Indonesia. Parpol, lanjutnya, tidak lagi mewakili aspirasi publik. Ia cenderung tunduk pada kepentingan kapital.
"Saat ini yang duduk di parlemen, bukan wakil rakyat, tapi wakil parpol yang tunduk pada kekuasaan," pungkasnya.(bhc/opn)
|