JAKARTA, Berita HUKUM - Diskusi rutin, Kamisan yang digagas Jaringan Aktivis ProDem, Kamis (03/10), di Newseum Café, Jakarta, menghadirkan nara sumber Ishak Rafick dan Fajroel Rahman. Keduanya memaparkan berbagai hal terkait system demokrasi dan kegelisahaan rakyat. Gagasan dan otokritik keduanya cukup mencerahkan para penggiat aktivis dmeokrasi.
Kebijakan demi kebijakan diambil, diputuskan pemerintah. Kebijakan pemerintah sering kali diputuskan hanya untuk kepentingan sesaat saja. Seiring dengan lahirnya kebijakan pemeintah sejalan pula selalu lahirkan kegelisahaan rakyat.
Apakah kebijakan-kebijakan pemerintahan yang diambil tanpa disusupi oleh kepentingan sekelompok golongan atau partai tertentu. Tapi muaranya kebijakan demi kebijakan ujung-ujungnya rakyat sering menjadi korban. Hakekatnya kebijakan-kebijakan pemerintah seharusnya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan selalu berpihak kepada rakyat.
Karena kebijakan-kebijakan pemerintah, Indonesia saat ini terjerat hutang lebih dari 200 triliun. Sejak 2007 – 2013, hutang Indonesia terus mengalami kenaikan. Tahun 2007, posisi utang pemerintah 147,5 milyar dollar, tahun 2008 sebesar 149,5 milyar dollar, tahun 2009, sebesar 169,2 ,ilyar dollar dan tahun 2013 (sampai juli) sebesar 204,6 milyar dollar. Bahkan akibatnya jatuh nilai mata uang rupiah terhadap dollar USA yang hampir menembus Rp.12.000/dollar, dan sudah dipastikan menambah jumlah utang pemerintah dan swasta. Dan sungguh ironis, sumber daya alam strategis yang menjadi instrument untuk membangun kedaulatan dibidang ekonomi dieksploitasi tersu menerus. Celakanya, sumber daya ekonomi seperti migas, batubara, sawit, air dan hasil bumi lainnya belum dikelola sepenuhnya untuk kesjeahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia, bahkan lebih banyak dinikmati bangsa asing.
Hutang 200 triliyun yang harus dibayar rayat, tanpa rakyat tahu untuk pa dan buat apa uang sebanyak itu. Subsidi bagi rakyat yang terus dipangkas, termasuk subsidi energy. Akibatnya harga BBM naik, harga-harga kebutuhan pokok pun meroket. Minyak dan gas punya rakyat, tak bisa dinikmati rakyat. Keuntungan sector migas dari hulu sampai hilir dirampok habis-habisan. Tanpa basa-basi, kebijakan pemerintah teah lahirkan kegelisahan dan penderitaan rakyat.
Kebijakan pemerintah tentang pangan yang justru menggalakan impor beberapa komoditas. Ditahun 2013 saja Indonesia yang agraris hingga bulan Juni sja sudah mengimpor 68 ton sayur (termasuk singkong) senilai Rp.650 milyar lebih. Bahkan Jengkol pernah meraih harga Rp.110 ribu perkilogramnya. Dagingpun demikian. Pemerintah gagal memproduksi pangan dalam negeri untuk menutupi kelangkaan pangan nasional. Kebijakan pemerintah yang sering impor barang ini semakin menambah hancurnya produk local dan menambah kegelisahan petani.
Tahun depan kita akan punya pemerintahan baru, presiden baru. Darinya akan dating kebijakan-kebijakan yang akan tentukan nasib rakyat Indonesia. Bukan sekedar ganti presiden, bukan perkara ganti orang saja. Rakyat yang akan memilih, saatnya rakyat memilih dengan harga diri, agar tahun depan ada seorang presiden yang benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air didalam tangan kita sendiri. Karena tiba masa kita untuk tanamkan dalam diri kita masing-masing kepercayaan untuk bangkit, tak jadi budang asing. Pemerintah yang lahirkan kebijakan menjadi kesejahteraan rakyat Indonesia.(bh/rat)
|