JAKARTA, Berita HUKUM - Hari ini, Kementerian Lingkungan Hidup menyelenggarakan Konferensi Pers “Refleksi Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia” yang membahas mengenai perkembangan berbagai penanganan kasus hukum lingkungan. Pertemuan diawali dengan penjelasan tentang menangnya gugatan perdata Menteri Lingkungan Hidup RI terhadap PT Kallista Alam oleh Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh terkait kasus pembukaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit dengan cara pembakaran. Akibat kebakaran lahan tersebut, negara mengalami kerugian dan terjadi kerusakan lingkungan seperti hilangnya lahan hutan konservasi di Kawasan Ekosistem Lauser (KEL) dan hampir punahnya beragam satwa yang dilindungi.
Selain kasus ini, dibahas pula perkembangan penanganan terhadap kasus pembakaran lahan dan kasus impor limbah B3 yang ditangani oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan narasumber Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA dan Deputi V KLH Bidang Penaatan Hukum Lingkungan, Drs. Sudariyono. Kementerian Lingkungan Hidup selama 2013 telah melakukan penegakan hukum lingkungan dengan 3 (tiga) instrumen penegakan yaitu (i) pengelolaan pengaduan masyarakat dan penerapan sanksi administrasi, (ii) penyelesaian sengketa lingkungan hidup (penegakan hukum perdata) dan (iii) penegakan hukum pidana. Upaya penegakan hukum lingkungan tersebut untuk melindungi dan melestarikan lingkungan hidup dari kegiatan-kegiatan perusahaan yang telah melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Kemenangan MenLH atas gugatan PT Kallista Alam oleh Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh, berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh Perkara Nomor: 12/Pdt.G/2012/PN-MBO, tentang Gugatan Menteri Lingkungan Hidup Terhadap PT Kalista Alam pada 8 Januari 2014. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh, antara lain berisi amar putusan yang berbunyi:• Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum.• Menghukum Tergugat membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp.114.333.419.000 (Seratus Empat Belas Milyar Tiga Ratus Tiga Puluh Tiga Juta Empat Ratus Sembilan Belas Ribu Rupiah).• Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup dengan biaya Rp. 251.765.250.000 (Dua Ratus Lima Puluh Satu Milyar Tujuh Ratus Enam Puluh Lima Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
• Memerintahkan Tergugat tidak menanam di lahan gambut seluas 1000 ha.
Dalam Konferensi Pers hari ini, Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA, mengatakan, “Keberhasilan memenangkan gugatan perkara pembakaran lahan ini merupakan pembelajaran yang baik bagi kami bawa prinsip “polluter pay principle” dapat berlaku. Pembayaran ganti rugi material dan pemulihan lingkungan sebesar lebih dari Rp. 300.000.000,- dapat menjadi efek jera bagi perusahaan perusak lingkungan lainnya. Upaya penegakan hukum lingkungan ini meningkatkan kepercayaan kami bahwa pemulihan lingkungan hidup dapat diselesaikan dengan pengadilan. Hal ini juga atas kerjasama yang baik antara KLH dengan Kejaksaan Agung dan tim kuasa hukum yang didukung oleh alat bukti yang kuat dan saksi ahli”.
Apresiasi diberikan MenLH kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN) dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Aceh. Selain itu, penghargaan kepada Hakim sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh, Rachmawati, SH yang merupakan hakim bersertifikat lingkungan yang pertama kali memutus perkara lingkungan hidup.
PT. Kallista Alam merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki area lahan kurang lebih seluas 1.605 hektar yang berada dalam “Kawasan Ekosistem Leuser”, berlokasi di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Awal diajukannya gugatan oleh kuasa hukum MENLH berdasarkan pada Laporan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) tertanggal 11 April 2012 serta tanggal 26 Juli 2012 kepada MENLH yang menyebutkan bahwa terdapat titik panas (hotspot) yang mengindikasikan terjadinya dugaan pembakaran lahan di wilayah perkebunan PT. Kallista Alam (Data hotspot tersebut bersumber dari MODIS yang dikeluarkan oleh NASA).
Data dan informasi tersebut lalu dijadikan sebagai dasar bagi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), melalui Deputi Penaatan Hukum Lingkungan untuk membentuk dan menugaskan suatu tim lapangan yang beranggotakan para ahli, Jaksa Pengacara Negara dari Kejagung dan Kejati Aceh beserta staf KLH dan perwakilan Pemerintah Provinsi setempat untuk melakukan verifikasi lapangan pada tanggal 5 Mei 2012 dan 15 Juni 2012. Selanjutnya disimpulkan bahwa PT. Kallista Alam telah melakukan perbuatan melanggar hukum yaitu pembakaran lahan, atau setidak-tidaknya telah membiarkan terjadinya kebakaran lahan sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dengan luas total lahan yang terbakar seluas 1.000 hektar.
Berdasarkan hasil kesimpulan tim lapangan dan penelitian oleh Ahli Kebakaran Hutan dan Ahli Kerusakan Lahan didapati bahwa terjadinya kebakaran lahan seluas 1000 hektar tersebut telah menimbulkan kerugian lingkungan yang harus dibayarkan PT. Kallista Alam kepada Negara, atas kerugian lingkungan yang timbul selanjutnya MENLH melalui Kuasa Hukum bersama Jaksa Pengacara Negara Kejagung dan Kejati Aceh mengajukan gugatan ke PN Meulaboh pada tanggal 8 November 2012. Setelah gugatan diterima, Majelis Hakim lalu memanggil para Pihak untuk melakukan proses mediasi yang pada akhirnya gagal dan persidangan pada pokok perkara dilanjutkan, setelah melewati beberapa persidangan di PN Meulaboh dan 2 (dua) kali sidang lapangan / Pemeriksaan Setempat (untuk mengetahui kondisi kebakaran dan mengukur luasan kebakaran) maka telah dijadwalkan rencana pembacaan putusan persidangan.
Selain kasus kebakaran lahan di Rawa Tripa, terdapat beberapa kasus yang ditangani oleh Kementerian Lingkungan Hidup yaitu Gugatan MENLH terhadap PT. Merbau Pelalawan Lestari (PT.MPL) di Kab. Pelalawan – Riau, Gugatan MENLH terhadap PT. Surya Panen Subur (PT.SPS) di Meulaboh – Aceh, dan Pengajuan Peninjauan Kembali perkara gugatan MENLH terhadap PT. Selatnasik Indokwarsa di Bangka Belitung.(rls/klh/bhc/sya) |