JAKARTA, Berita HUKUM - Masalah tata kelola sektor industri minyak dan gas bumi (migas) menjadi isu menarik untuk didiskusikan, terutama setelah aksi penolakan besar - besaran terhadap kebijakan pemerintah menaikan harga BBM beberapa waktu lalu.
Besarnya perhatian publik ini wajar, Karena konstribusi penerimaan Negara dari sektor migas juga besar, yakni mencapai Rp 265.942 triliun dalam struktur APBN - P tahun 2012. Jumlah tersebut berasal dari tiga komponen penerimaan migas, yakni penerimaan PPH migas sebesar Rp 64.596 triliun, SDA Migas sebesar Rp 186.608 triliun (Rp 149.9 triliun minyak bumi dan Rp 39.71 triliun gas bumi) dan dari Domestic Market Obligation sebesar Rp 11,73 triliun.
Untuk membedah berbagai persoalan migas tersebut, Kaukus muda Indonesia (KMI) beberapa waktu lalu menggelar diskusi tentang Membangun tata kelola migas melalui Revisi UU No. 22 tahun 2012, di Jakarta. Beberapa pembicara yang hadir dalam acara tersebut dari BP Migas, Jaringan Sabang Merauke dan KMI.
Sementara itu, Ketua Umum KMI, Edi Humaidi menegaskan bahwa bagi Kaukus Muda Indonesia (KMI), kondisi ini menandakan adanya realitas yang perlu kita sikapi bersama. Adanya kesadaran masyarakat luas akan bisnis di sektor migas dan berbagai persoalan terkait dengan migas nampaknya mulai tumbuh, seiring dengan demokratisasi yang terus berkembang di Indonesia.
Meningkatnya kesadaran masyarakat luas terhadap bisnis sektor migas perlu di respond dan di kelola secara positif oleh para pengambil kebijakan, guna dijadikan sebagai bagian dari ‘moral force’ dalam rangka meningkatkan produktifitas migas.
Masih banyaknya gangguan eksternal non teknis di bisnis migas yang totalnya mencapai 1.234 kasus terdiri dari pencurian peralatan migas 648 kasus, gangguan operasi non teknis seperti unjuk rasa, sabotase, penghentian, ancaman dan lainnya mencapai 586 kasus menandakan para pengambil kebijakan telah gagal mengelola ‘modal sosial’ dari masyarakat ini.
Selain itu, fenomena diatas menandakan adanya ketidak adilan yang masih dirasakan oleh masyarakat, terutama masyarakat di daerah penghasil migas.
Oleh karena itu, melalui revisi UU No. 22 tahun 2001 tentang migas, Kaukus Muda Idonesia (KMI) mendesak, agar pembangunan tata kelola bisnis migas di Indonesia benar - benar lebih diorientasikan kepada kepentingan nasional, yaitu dipergunakan untuk sebesar - besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Bukan untuk kepentingan asing ataupun kepentingan kelompok tertentu.
Agar pengelolaan bisnis sektor migas di Indonesia lebih terpadu dan terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir, sehingga tidak saling tumpang tindih dan menghindari terjadinya konflik of interest.
Agar pembagian hasil dari bisnis migas juga mengutamakan aspek keadilan daerah, terutama masyarakat daerah penghasil migas dan bukan untuk segelintir elit daerahnya saja.(bhc/rat)
|