Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
CSR
Memaknai CSR Sebagai Salah Satu Solusi Untuk Pengentasan Kemiskinan
Wednesday 12 Nov 2014 12:11:38
 

Ilustrasi.(Foto: Istimewa)
 
Oleh: Arrista Trimaya S.H., M.H.

PELUNCURAN secara resmi Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sehat (KKS) oleh Presiden Jokowi pada tanggal 3 November 2014 yang lalu masih menimbulkan polemik. Sebagian kalangan menilai peluncuran ketiga kartu tersebut sebagai salah satu program untuk pengentasan kemiskinan dan mensejahterakan rakyat (Kompas Online, 10/11).

Sebagian lagi menilai program tersebut kurang tepat mengingat sumber dana yang akan dikeluarkan untuk membiayainya berasal dari Coorporate Social Responsibility (CSR) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan belum ada landasan hukum yang mengaturnya. Bahkan pihak DPR melalui pimpinan Komisi VIII, IX, dan X (sebagai Komisi yang membidangi masalah sosial, kesehatan dan pendidikan), ikut mempertanyakan anggaran yang digunakan untuk penyelenggaraan program Presiden Jokowi tersebut. Pihak DPR juga meminta agar Presiden menjelaskannya secara sistematis dan terperinci. (Berita Hukum, 5 dan 7 November 2014).

Corporate Social Responsibility yang sering disingkat menjadi CSR saat ini telah menjadi konsep yang sering kita dengar, walaupun definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi dan akademisi. Sebagai sebuah konsep yang berasal dari luar negeri, saat ini tantangan utama pelaksanaan CSR adalah untuk memberikan pemaknaan yang sesuai dengan konteks Indonesia.

Hal ini sangat penting, mengingat CSR telah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan bersama antara Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha berdasarkan prinsip saling menguntungkan (kemitraan). CSR memberikan implikasi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan, pembangunan Pemerintah, memperkuat investasi dunia usaha, serta memperkuat jaringan kemitraan antara masyarakat, Pemerintah, dan dunia usaha. (Isa Wahyudi, Busyra Azheri:2008)

Berkembangnya konsep awal CSR tidak terlepas dari pemikiran para pemimpin perusahaan yang pada zaman itu menjalankan usahanya dengan mengindahkan pada konsep derma (charity) dan prinsip perwalian (stewardship principle). Kemudian periode awal tahun 1970-an mencatat babak penting perkembangan konsep CSR ketika para pimpinan perusahaan terkemuka di Amerika Serikat membentuk Committee for Economic Development (CED).

Dalam salah satu pernyataan CED disebutkan bahwa kontrak sosial antara masyarakat dan pelaku usaha telah mengalami perubahan substansial dan penting.Pelaku usaha dituntut untuk memikul tanggung jawab yang lebih luas kepada masyarakat serta mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan. Perusahaan diminta untuk memberikan kontribusi lebih besar bagi kehidupan bangsa Amerika dan bukan sekedar memasok sejumlah barang dan jasa. (Ismail Solihin: 2008). Sejumlah perusahaan nasional dan multinasional di Indonesia telah melaksanakan CSR, namun masih banyak perusahaan yang belum melaksanakannya karena dianggap sebagai pengeluaran atau beban biaya.

Sebenarnya tanggung jawab dunia usaha (dalam hal ini perusahaan swasta, BUMN, dan BUMD) tidak hanya berupa tanggung jawab ekonomi saja, akan tetapi juga mempunyai tanggung jawab sosial. Dunia Usaha mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi, terutama dalam peningkatan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Selain itu, dunia usaha juga mempunyai tanggung jawab sosial untuk turut serta memelihara lingkungan dan membangun kembali masyarakat yang ada disekitar sebagai akibat adanya dampak yang ditimbulkan dari kegiatan operasional perusahaan melalui CSR.

1. Beberapa Pengertian CSR

Saat ini terdapat banyak pengertian/definisi CSR di Indonesia. Banyaknya pengertian tersebut menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dalam implementasinya di masyarakat. Istilah CSR di Indonesia pun beragam padanannya, seperti Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha (TJSDU), Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

Pada dasarnya pemahaman terhadap CSR telah ditegaskan dalam ISO 26000 yang merupakan panduan pelaksanaan program tanggung jawab sosial (guidance of social responsibility). ISO 26000 menjelaskan bahwa cakupan program tanggung jawab sosial meliputi pengelolaan organisasi perusahaan (organization governance), penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (human rights), peralakuan terhadap buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (labor practices), penjagaan terhadap kelestarian lingkungan (environment), pengoperasian perusahaan secara adil (fair operating practices), perlindungan terhadap konsumen (consumer issues), dan terlibat dalam pengembangan masyarakat (community involvement and development).

Pelaksanaan program CSR dalam seluruh siklusnya dilakukan secara partisipatif. Seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dilibatkan dan diposisikan sebagai aktor aktif yang dapat berkontribusi secara setara terhadap pelaksanaan program CSR. (Jeneva: ISO, 2010).

Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha (TJSDU), yang tidak banyak berbeda dengan istilah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP). Yang membedakan hanya kata “perusahaan” dan “dunia usaha”. Kata perusahaan sering digunakan dengan merujuk kepada perusahaan yang berskala besar, sebaliknya kata dunia usaha dapat digunakan dengan merujuk kepada perusahaan besar dan kecil, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Pengertian CSR juga dinyatakan dengan tegas dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang tersebut istilah yang digunakan bukan CSR, melainkan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP). Ketentuan Pasal 15 huruf b menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” TJSP digunakan, misalnya, dalam ketentuan Pasal 1 angka (5) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 4 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. TJSP dimaknai sebagai “Tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat”.

Istilah lain yang sering digunakan untuk CSR adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). PKBL digunakan, misalnya, dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor: PER-20/MBU/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. PK pengertiannya adalah “program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN”. Sedangkan BL pengertiannya adalah “program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN”.

Sedangkan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dipakai dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Pasal 1 ayat (3) menyebutkan TJSL adalah “komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.

Selain masih banyaknya penggunaan istilah yang beragam mengenai CSR, masih terdapat beberapa permasalahan mengenai pelaksanaan CSR, yaitu:

a. Belum ada aturan yang tegas mengenai keharusan CSR bagi perusahaan sehingga pemerintah tidak bisa memberikan sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang mangkir dari kewajiban CSR. Ketentuan mengenai CSR sementara ini hanya bersifat imbauan, tidak ada ketentuan mengenai sanksi, sehingga ini menyulitkan.

b. Perusahaan menimbulkan penafsiran sendiri mengenai CSR. Dalam hal ini dapat dilihat dari masing-masing perusahaan yang memiliki program CSR, ada yang memberikan program berkelanjutan, namun banyak juga perusahaan yang melaksanakan CSR hanya bersifat charity atau filantrophy semata sehingga tidak memberikan dampak positif dan manfaat yang lebih besar baik kepada perusahaan itu sendiri maupun stakeholder yang terkai;

c. Terjadinya timpang tindih dalam pelaksanaan pembangunan daerah yang melibatkan program CSR perusahaan dengan program Pemerintah Daerah. Akibatnya Pemerintah Daerah banyak membuat Peraturan Daerah mengenai CSR yang justru kemudian memberatkan dunia usaha;

d. Dalam prakteknya perusahaan menimbulkan penafsiran sendiri mengenai CSR. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing perusahaan yang memiliki program CSR yang tidak berkelanjutan; dan

e. Sampai saat ini belum ada formulasi dalam pengelolaan dan penyaluran dana CSR yang ada di perusahan serta kriteria dan tujuan pemberian dana CSR kepada penerima manfaat.

2. CSR Sebagai Salah Satu Solusi Dalam Pengentasan Kemiskinan

Banyaknya pengertian mengenai CSR yang berbeda-beda tersebut dan pengaturan CSR yang masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum diatur secara komprehensif, mengakibatkan CSR belum dapat dilaksanakan secara optimal, khususnya untuk pengentasan kemiskinan.

Sebenarnya pengaturan mengenai CSR untuk penanganan fakir miskin sudah diatur dalam ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, yang menyebutkan: ‘’Sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, meliputi: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan; …’’

Dari ketentuan Pasal 36 ayat (1) tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan perseroan menjadi salah satu sumber dana dalam penanganan fakir miskin. Dana yang disisihkan dari pelaku usaha ini dianggap sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosialnya. Jika Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 efektif diberlakukan, maka peran serta masyarakat terutama perusahaan perseroan dalam penanganan fakir miskin akan sangat signifikan.

Peran serta perusahaan perseroan dalam penangan fakir miskin juga dapat memberikan pengaruh positif yang menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk peduli kepada fakir miskin dan orang tidak mampu. Meskipun telah membayar pajak kepada pemerintah, perusahaan tidak boleh lepas tangan terhadap permasalahan lingkungan dan sosial di sekitar perusahaan. Terlebih lagi di Indonesia yang masih menerapkan residual welfare state, manfaat pajak seringkali tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat kelas bawah, orang miskin dan komunitas adat terpencil.

3. Landasan Hukum Pengaturan CSR

Beberapa kalangan menilai peluncuran KIS, KIP, dan KKS tidak mempunyai landasan hukum yang kuat, salah satunya adalah Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra yang mempertanyakan dasar hukum penggunaan dana CSR milik BUMN sebagai dana penyaluran KIS, KIP, dan KKS.

Menurutnya, kekayaan BUMN merupakan kekayaan yang sudah dipisahkan dari keuangan negara, meskipun tetap menjadi obyek pemeriksaan BPK dan BPKP. Karena itu, jika pemerintah ingin menggunakan dana CSR BUMN, status dana tersebut haruslah jelas. Apakah dipinjam negara atau diambil oleh Negara (viva news online, 7 November 2014)

Untuk itu diperlukan suatu landasan hukum agar pengaturan CSR yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dapat diatur secara komprehensif dalam suatu peraturan perundang-undangan tersendiri. Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa Peraturan Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Jika sudah diatur secara tersendiri, akan tercipta pemaknaan yang sama mengenai konsep CSR dan implementasinya, baik dari pihak perusahaan maupun dari pihak penerima manfaat. Selain itu, materi muatan lain yang dapat diatur antara lain mengenai bentuk dan cara menyelenggaraakan CSR, sumber pendanaan CSR, peruntukan CSR, dan penerima manfaat CSR.

Dengan demikian, jika sudah ada suatu pemaknaan yang sama mengenai CSR yang dilandasi oleh dasar hukum yang kuat, bukan tidak mungkin CSR perusahaan, BUMN, dan BUMD dapat digunakan untuk membantu program Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam hal pengentasan kemiskinan (melalui peluncuran KIS, KIP, dan KKS atau instrument yang lain) untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

DAFTAR BACAAN

Buku:
Solihin,Ismail 2008, Corporate Social Responsibility, from Gharity to Sustainability, Penerbit Salemba Empat, Bandung.

Wahyudi, Isa. Busyra Azheri, 2008, Corporate Sosial Responsibility, Penerbit In- Trans Publishing.

Widiowati, Didiet. Tantangan Pembangunan Sosial di Indonesia Pusat Sekretariat Jenderal DPR RI 2009 http://www.dpr.go.id/bukukajian/tantangan-pembangunan-sosial-di-indonesia-2010.pdf

International Standard ISO 26000: Guideline on Social Responsibility, Jeneva: ISO, 2010.

Peraturan Perundang-undangan
____________________, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297.

____________________, Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437.

____________________,, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4274

____________________, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756.

____________________, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059.

____________________, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967.

____________________, Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor: PER-20/MBU/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

¬¬¬¬____________________, Perda Provinsi Jawa Timur No. 4 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.(at/bhc/sya)

Penulis adalah Perancang Undang-Undang di Sekretariat Jenderal DPR RI.



 
   Berita Terkait > CSR
 
  Dana CSR BNI Bantu Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Bangun Musholla
  CSR Perlu Diatur Agar Tak Sekedar Bansos
  Idealnya Minimal 5 Persen Kewajiban CSR Perusahaan
  Massa Aksi Gempur PTPN I Aceh Tuntut Alokasi Dana CSR Tepat Sasaran
  Memaknai CSR Sebagai Salah Satu Solusi Untuk Pengentasan Kemiskinan
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2