PONTIANAK (BeritaHUKUM.com) - Masyarkat pesisir Kubu Raya, Kalimantan Barat, kabarnya sedang mengurut dada. Pasalnya, permintaan konservasi hutan bakau ( mangrove) yang selama ini menjadi surga dalam mencari nafkah mereka itu, tidak juga di gubris baik dari pemerintah maupun pihak perusahaan yang mengelola.
Kami telah mengadu ke dinas pemerintahan setempat. Tetapi tuntutan konservasi hutan yang telah ditebang belum terealisasi. Jika ini belum terlaksana, maka nasib nelayan sekitar tidak akan berubah, " ujar tokoh masyarakat Raja Along di Dusun Karya, Desa Arang Limbung, Kecamatan Sui Raya, Kabupaten Kubu Raya, Pontianak, seperti yang dilansir media daerah setempat, Kamis (27/10).
Lebih, lanjut Along menjelaskan meski mangrove adalah hutan produksi. Tetapi jika tidak diimbangi penebanganya dengan konservasi, maka lambat laun akan terkikis. Padahal, pihak perusahaan sudah berjanji akan mengadakan konservasi, tetapi sampai hari ini. 5.744 masyarakat pesisir Kubu Raya belum melihat realisasinya.
“Kami bebaskan perusahaan beroperasi sesuai dengan izinnya. Tetapi, tindak penanggulangannya minim sekali. Jika, terus di biarkan maka masyarakat pesisir teracam mengalami kesenjangan sosial, ” tambah Along.
Dalam perjanjian antara masyarakat dengan perusahaan, menyebutkan bahwa pihak perusahaan wajib melakukan konservasi alam seluas 4.000 hektare. Tetapi masyarakat menilai perusahaan tidak seratus persen menjalankan perjanjian tersebut.
Sementara itu, Humas PT Kandalia Alam, Lutfi mengatakan, penebangan tersebut sesuai dengan rencana kerja tahunan. Pihaknya juga tidak sembarang menebang, bahkan telah menjanjikan akan mensejahterakan masyarakat setempat. Sekitar 18.130 hektar luas area milik Perusahaan PT Kandalia Alam digarap secara baik.
Mengenai masalah kesenjangan sosial, Lutfi menjelaskan, memang ada pro dan kontrak. Sampai saat ini, belum tahu secara pasti apa kendala yang terjadi. “Kami telah berusaha untuk mensejahterakan warga pesisir, seperti menyumbang untuk keperluan sehari-hari,” ujar dia.
Tetapi, Ketua Nelayan Dusun Tokaya, Sulaiman membantah hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa sampai saat ini masyarakat pesisir masih belum menerima sesuai apa yang telah dijanjikan oleh perusahan tersebut. “Kami tidak menuntut lebih. Yang penting konservasi alam harus dilaksanakan. Jika demikian, alam tidak akan tercemar lagi. Biota laut, seperti kepiting pasti berkembang biak dengan baik. Masyarakat pun kembali sejahtera, serta tidak akan berontak terhadap perusahaan itu sendiri,” tandasnya. (ppc/riz)
|