JAKARTA, Berita HUKUM - Perbedaan pilihan politik dalam kehidupan bermasyarakat merupakan sebuah hal yang lumrah dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi dan tidak perlu diperdebatkan secara lebih jauh karena demokrasi adalah sarana untuk mendapatkan pemimpin yang baik.
Hal itu disampaikan Direktur Lembaga Penelitiaan dan Pengabdian Masyarakat Universitas Paramadina, Sunaryo dalam diskusi terbuka Paramadina Institute of Ethics dan Civilization (PIEC) bertajuk 'Memperkuat Masyarakat Madani Menuju Pelaksanaan Pemilu 2019 yang Berkeadaban (Cerdas, Digital, Cinta Damai dan Ketertiban)' di Auditorium Nurcholish Madjid, Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (1/11).
"Dalam frame masyarakat madani pertimbangan memilih itu apakah calon Bupati, Walikota, Gubernur, anggota dewan, bahkan Presiden, yang harus diperhatikan adalah pertimbangan rasional bukan emosional diantaranya track record. Kita harus menyikapi perbedaan sebagai sesuatu yang biasa. Masyarakat selalu punya preferensi yang berbeda. Itu bukan sebagai sebuah suatu masalah," ujar Sunaryo.
Dijelaskannya, perbedaan pilihan politik tersebut harus dipahami, tidak hanya dalam cakupan yang luas saja."Tentu saja kita harus siap dengan perbedaan, bukan hanya dengan tetangga, tapi juga di dalam keluarga. Itu sebuah fakta yang ada di masyarakat," kata dia.
Sementara, Direktur Ekselutif Saiful Mujani Research & Cunsulting (SMRC), Djayadi Hanan, mengatakan untuk mencapai tujuan demokrasi, negara dan warga negara harus menjalankan masing-masing kewajibannya dengan baik.
"Dalam demokrasi pengambil keputusan adalah rakyat maka dari itu momentum yang termasuk dalam teori kedaulatan rakyat yakni Pemilu merupakan hal yang penting. Ada 2 aspek akuntabilitas dalam Pemilu yaitu penyelenggaraan Pemilu harus bertanggung jawab dan Pemilu merupakan sebuah sarana pertanggungjawaban penguasa kepada rakyat bukan malah memanipulasi rakyat," ucap Djayadi.
Lebih lanjut Djayadi mengemukakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya, bahwa masyarakat Indonesia menyukai tahapan-tahapan demokrasi yang selama ini dijalankan.
"Sekitar 70 persen masyarakat Indonesia percaya sama demokrasi, walau tidak sempurna. Orang Indonesia suka terhadap Pemilu dan komitmennya tinggi terhadap demokrasi tapi tingkat kepuasan orang indonesia terhadap demokrasi grafiknya naik turun," jelasnya.
Di sisi lain, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Tri Wahyuti menjelaskan, kecermatan penggunaan media sosial khususnya bagi pemilih pemula dapat mempengaruhi kualitas pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Media sosial memiliki peranan penting dan digunakan para calon sebagai langkah yang ampuh dalam mempengaruhi generasi milenial, maka pemahaman akan literasi media sangat dibutuhkan," tandasnya.(bh/mos) |