JAKARTA, Berita HUKUM - Pengamat energi dari Indonesia Resources Studies (IRESS) Ir. Marwan Batubara, Msc menilai terkait issue perpanjangan izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia yang diperpanjang hingga Januari 2017, ada baiknya mestinya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) segera membuat kejelasan pernyataan.
"Apakah memang mau memberikan meneruskan perpanjangan, atau membatalkan tentang izin ekspor konsentrat yang katanya diperpanjang hingga Januari 2017?," ungkapnya, saat diwawancarai awak media di bilangan Menteng, Jakarta, usai acara deklarasi 'Rumah Amanah Rakyat' pada, Rabu (24/8).
"Pak Jokowi, harus menunjukan bahwa dia itu Pemimpin. Jangan terombang ambing terkena bisikan, baik dari kiri kanan, dari kontraktor, dari asing ataupun dari partai. Ini harus segera, karena demi kepentingan negara," tegas Marwan Batubara, sebagai Direktur Eksekutif IRESS.
"Soalnya, mau itu perpanjangan tentang izin ekspor konsentrat bahwa baik itu Sudirman Said, Alchandra atau pak Luhut. Semuanya bermuara pada pak Joko Widodo," jelas mantan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pusat asal Sumatera Utara periode 2009-2014 itu.
Menurut penilaian Marwan, bahwa seorang Pemimpin harusnya menjadi bertanggung jawab, dan tidak boleh tidak mengetahui permasalahan itu. "Pasal 170 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba sudah memerintahkan secara konstitusi tidak boleh ada lagi ada sektor Minerba 5 tahun semenjak Januari tahun 2009," ujar Pria lulusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT-UI) tersebut.
Memang, artinya jadi bila ditinjau ulang semenjak tahun 2015, Januari sudah dilarang. "Namun, lalu sama Pak SBY sudah membolehkan dengan mengeluarkan PP 1 tahun 2014 membolehkan, 'itu indikasinya sudah pelanggaran'," cetusnya menimpali.
Marwan tetap bersikeras dengan mengatakan, kalau acuan kebijakan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2014 dengan implementasi UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara bertolak belakang, dan mengundang reaksi pro kontra.
"Bila pak Jokowi terutama dengan Nawacitanya itu, maka buru-burulah PP nomor 1 tahun 2014 itu dibatalkan. Dan dilaranglah ekspor bahan mentah. Mana ada PP yang lebih rendah dari UU. Malah jadi acuan lagi?, " jelasnya.
Permasalahan ini sedang dihadapi, baik di sektor minerba, Freeport, yang mana perlu penanganan untuk ke depannya. Selain itu juga, baik bagaimana pembahasan UU Migas, poin-poin yang perlu counter dari Pemerintah melalui DPR. "Kalau yang mewakili Pemerintah tidak menerapkan ini akan bermasalah, dan sudah tentu banyak kepentingan disini," urai Marwan lagi.
Jika dibanding dengan kontrak karya yang sudah 40 tahun, penting dan perlu meminta perhatian khusus untuk diberikan ruang. Yang mana, dengan ungkapan lain, jangan disamakan dengan yang sudah 40 tahun lamanya. "Bila Presiden mau terlihat bersih dan hanya mau menjaga citra jangan pura-pura tidak tahu. Jadi Presiden mesti tahu ini, kalau mau terlihat bersih jangan hanya citra saja. Ini dulu saja kontrak karya yang menandatangani adalah Soeharto, pas zaman Orde Baru," katanya.
"Bila itu yang dijadikan acuan oleh Pak Joko Widodo, itu sudah melanggar UU dan DPR bisa meng'Impeach' sebenarnya. Jangan issuenya dialihkan ke pihak lain, baik itu mantan menteri ESDM terdahulu, atau ke siapa gitu," pungkasnya.(bh/mnd)
|