JAKARTA, Berita HUKUM - Pendapat berbeda (dissenting opinion) yang diungkapkan oleh hakim konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat digunakan untuk dibawa ke pengadilan lain. Hal tersebut karena putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding). Demikian yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati ketika menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Batam pada Senin (13/5).
“Pada dasarnya setiap putusan pengadilan selalu dianggap benar. Begitu pula halnya dengan putusan MK. Putusan MK tidak bisa diajukan ke pengadilan manapun,” urai Maria di hadapan sekitar 55 orang mahasiswa.
Menanggapi mengenai proses putusan MK, Maria menjelaskan selama ia menjabat sebagai hakim konstitusi, ia tidak pernah sekalipun mendapat intervensi dari pihak manapun baik internal maupun eksternal. Ia mengungkapkan kebebasan berpendapat dalam Rapat Permusyawaratan Hakim. “Selama jadi hakim MK, enaknya adalah tidak adanya intervensi dari pihak manapun dan ketika berbeda pendapat, bebas memberikan pendapat masing-masing,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Maria juga menjelaskan mengenai kewenangan dan kewajiban MK RI. MK RI yang terlahir sebagai lembaga hasil perubahan UUD 1945 memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan yang dimiliki MK, lanjut Maria, di antaranya melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran parpol.
“Kemudian pada 2008, MK mulai memutus perselisihan tentang hasil pemilu, baik pemilu legislatif, pemilu kepala daerah maupun pemilu presiden dan wakil presiden. Sementara kewajiban MK, yakni memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pemakzulan Presiden maupun Wakil Presiden,” urainya.
Menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan MK menggelar sidang di lapangan, Maria menjelaskan hal tersebut tidak mungkin. Namun hakim konstitusi pernah beberapa kali memantau ke lapangan. “Misalnya untuk perkara pemilukada Papua,” tandasnya.(la/mk/bhc/opn) |