JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Terdakwa Mashyuri Hasan terancam hukuman penjara selama enam tahun. Mantan pegawah Mahkamah Konstitusi (MK) itu didakwa telah melakukan tindak pidana dengan kasus pemalsuan surat putusan lembaganya itu. Demikian dakwaan yang disampaikan JPU I Ketut Winawa dalam persidangan yang berlangsung di PN Jakarta Pusat, Kamis (20/10).
Meski keberatan dengan dakwaan itu, terdakwa Mashyuri Hasan menyatakan tidak akan mengajukan nota pembelaan (eksepsi). "Saya keberatan dengan dakwaan itu, tapi tidak mengajukan eksepsi, agar perkara ini secepatnya diputus,” kata Mashyuri di hadapan majelis hakim yang diketuai Herdi Agusten tersebut.
Atas sikap terdakwa Masyhuri ini, hakim ketua Herdi Sagusten pun menetapkan sidang untuk dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara. JPU I Ketut Winawa pun diminta untuk menyiapkan saksi-saksi yang akan dihadirkannya pada sidang selanjutnya. Ia pun menyanggupi permintana itu. Majelis pun menunda sidang hingga pekan dengan memasuki agenda pemeriksaan para saksi.
Sementara dalam dakwaannya itu, JPU Ketut Winawa menyebutkan, terdakwa Mashyuri secara bersama-sama dengan mantan Panitera MK, Zaenal Arifin Hoesin telah memalsukan surat MK bernomor 112/PAN.MK/2009 tertanggal 14 Agustus 2009. Surat itu merupakan jawaban MK terhadap KPU yang menanyakan tentang maksud amar putusan MK Nomor 84/PHPU-C-VII/2009 tentang sengketa penghitungan suara Pileg untuk Dapil Sulsel I.
Namun, isi surat MK bernomor 112 tersebut, dinilai penuntut umum tidak sesuai dengan isi amar putusan MK Nomor 84/PHPU-C-VII/2009. Dalam pemalsuan surat tersebut, Masyhuri berperan mengketik surat palsu serta melakukan copy paste tanda tangan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein dalam surat Nomor 112/PAN.MK/2009 tertanggal 14 Agustus 2009 serta mengantarnya ke Komisioner KPU saat itu Andi Nurpati.
Atas surat ini, dalam rapat plenonya, KPU salah menetapkan Partai Hanura mendapatkan satu kursi untuk calon terpilih Dewi Yasin Limpo dari Dapil Sulsel 1, yang seharusnya diperoleh Mestaryani Habie dari Partai Gerindra. Jaksa menilai surat asli yang merupakan jawaban MK terhadap surat permohonan KPU adalah bernomor 112 tertanggal 17 Agustus 2009. Atas perbuatannya ini, terdakwa dijerat melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP,.
Usai persidangan itu, kuasa hukum Masyhuri, Edwin Partogi mengatakan, alasan yang mendorong pihaknya tidak mengajukan eksepsi, karena akan memasukannya dalam pledoi (pembelaan) kliennya nanti. "Eksepsi itu hanya persoalan formalitas, nanti kami masukan dalam pledoi saja. Selain itu, kami juga menginginkan proses persidangan perkara ini berlangsung cepat,” jelas dia.(tnc/wmr)
|