JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mantan Dirjen Penyiapan Pemukiman dan Penetapan Transmigrasi (P4T), Kemenakertrans, Harry Heriawan Saleh mengakui, adanya program percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID) melalui dana APBN-Perubahan 2011.
Namun, dirinya tidak mengetahui perihal adanya commitment fee sebesar 10% yang mesti dibayar perusahaan pemenang tender kepada Banggar DPR.
"Kalau programnya memang ada. Tetapi saya tidak tahu ada commitment fee dengan Banggar," kata Harry kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Senin (12/9). Kedatangannya ke institusi penegaka hukum ini, untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka kasus Sesdirjen P4T I Nyoman Suisanaya.
Posisi Harry Hermawan digantikan Jamaluddin Malik, sejak Juli lalu. Ia diduga pernah bertemu muka Nyoman dan Sindu Malik (mantan pejabat Kementerian Keuangan/konsultan Banggar DPR). Bahkan, juga pernah bertemua dengan Ali Mudhori (staf khusus Menakertrans) dan Acos (konsultan Banggar DPR dan staf dari Wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung) untuk membahas program tersebut.
Meski begitu, Harry membantah tudingan itu. Menurut dia, dirinya tidak mengenal Sindu, Ali, Acos, ataupun staf khusus Menakertrans Muhaimin Iskandar bernama Fauzi yang diduga berperan dalam kasus suap di Kementerian tersebut. “Saya tidak tahu. Tanya langsung kepada penyidik saja,” selorohnya sambil memasuki mobil yang ditumpanginya tersebut.
Sementara itu, Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Kemenakertrans,Roosari Tyas Wardani mengaku, tidak mengetahui perihal program PPID bidang transmigrasi melalui dana APBN-Perubahan 2011. Bahkan, tidak pernah ada tawaran perancangan program terhadap pihaknya.
"Saya tidak tahu. Tidak pernah ada Ditjen P2MKT dibawa-bawa dalam hal ini," tutur Roosari kepada awak media, usai menjalani pemeriksaan ata skasus dugaan suap pejabat Kemenakertrans itu.(mic/spr)
|