Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Legislatif    
MPR RI
MPR: 2013 Akan Banyak Peristiwa Politik
Sunday 30 Dec 2012 10:29:32
 

Wakil Ketua MPR RI, Hadjrianto Y Thohari.(Foto: Ist)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua MPR RI Hadjrianto Y Thohari memprediksi tahun 2013 bakal didominasi peristiwa politik. Hal ini terkait Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang akan dihelat pada 2014.

Berbagai manuver politik yang disertai adu strategi dan wacana politik dari partai-partai kontestan pemilu atau kubu kandidat presiden dan wakil presiden, menurut Hadjrianto bakal menghiasi panggung politik sepanjang 2013.

"Sebagaimana tahun menjelang pemilu sebelumnya, perhatian dan energi bangsa Indonesia turut tersedot pada peristiwa politik lima tahunan tersebut guna menimbang, menentukan, dan memilih siapa wakil rakyat dan presiden dan wakil presiden terbaik," kata Thohari di Jakarta, Sabtu (29/12).

Menurutnya, di negara-negara demokrasi, hiruk-pikuk politik menjelang pemilu adalah sesuatu yang lumrah. Bukan hanya itu, perhatian segenap rakyat pada proses dan dinamika pemilu sejatinya mencerminkan partisipasi politik warga yang kuat.

Semakin rakyat terlibat dalam proses ‘demokrasi elektoral’ itu, makin baik tingkat partisipasi warga dalam urusan politik. Namun demikian, tiap negara yang melangsungkan pemilu belum tentu mendekati atau mencapai tujuan dari berdemokrasi itu sendiri secara kualitatif.

Dalam dua tahun terakhir masa jabatannya, lembaga negara baik itu eksekutif, legislatif dan yudikatif dituntut untuk tetap bekerja keras guna memperkecil kompleksitas persoalan bangsa. Persoalan sosial dan ekonomi layak menjadi perhatian dan prioritas utama. Kedua persoalan tersebut dianggap saling terkait berkelindan satu sama lain.

Krisis sosial yang termanifestasikan dalam kerusuhan, konflik bernuansa SARA, pembunuhan, kriminalitas bersenjata hingga ancaman separatisme di Papua paralel dengan program pengentasan ekonomi yang tidak berlangsung secara merata.

Secara sosiologis, masyarakat mengalami pembelahan sosial yang didasarkan pada hirarki dan akumulasi kapital. Masyarakat menengah ke bawah tidak memiliki akses ekonomi dan pendapatan yang memadai untuk menikmati fasilitas kesehatan dan pendidikan yang baik. Sedangkan, kelas sosial menengah ke atas memiliki akses luas terhadap sumber-sumber ekonomi, sehingga mereka dapat mengembangkan dirinya dalam bidang kesehatan, sosial, dan pendidikan secara layak. Cukup memprihatinkan, rasio penguasaan aset ekonomi dan sosial itu masih jauh dari seimbang.

Peneliti senior LIPI, Thee Kin Wie menegaskan bahwa kesenjangan ekonomi yang ditunjukkan oleh indeks kini masih sebesar 0,41. Hal ini mengindikasikan adanya konsentrasi aset fisik ataupun nonfisik yang lebih besar. Konsentrasi aset berupa kepemilikan tanah, bangunan, dan saham. Sementara aset nonfisik adalah pendidikan dan kesehatan.

Lagi-lagi, mayoritas masyarakat tidak memiliki kedua aset tersebut untuk memperbaiki kehidupan ekonomi dan sosialnya. Sedangkan minoritas menengah ke atas menguasai kedua aset tersebut, sehingga mereka mampu mempertahankan dan mewariskan kehidupan sosial dan ekonominya kepada anak dan cucu.

Masyarakat yang secara struktural atau kultural miskin tersebut, di alam kebebasan ini, sebenarnya masih memiliki saluran politik. Mereka bisa menyampaikan aspirasi saran, kritikan, protes melalui lembaga politik dan pemerintahan yang ada. Namun, kadangkala, lembaga politik dan pemerintahan tersebut tidak tanggap terhadap persoalan yang melilit kehidupan mereka. Ketika aspirasi politik tidak lancar, mereka pun menempuh jalur-jalur yang nonkonvensional, seperti demonstrasi yang tak terkontrol (uncontrolled demonstration), bahkan dalam bentuk kekerasan, pengrusakan aset negara, pemerintahan dan sumber-sumber ekonomi dan industri.

Studi konflik sosial di daerah kaya sumber daya tambang dan migas seperti di Mesuji Lampung, Sumbawa di NTB dan Freeport di Papua terkait dengan distribusi keadilan ekonomi yang tidak dirasakan oleh penduduk setempat. Karena itulah, negara atau pemerintah dituntut untuk segera hadir dalam rangka mempersempit disparitas sosial dan ekonomi yang semakin meninggi dan melebar tersebut di tengah masyarakat.

Jika negara terseok menanganinya, menurut Thee Kin Wie, maka dalam dua tahun terakhir negara yang merupakan wakil dan pelayan rakyat akan kehilangan legitimasi politik dan sosialnya.(rm/ipb/bhc/opn)



 
   Berita Terkait > MPR RI
 
  Pimpinan MPR RI Segera Berkirim Surat Kepada DPD RI Terkait Pergantian Fadel Muhammad
  Ketua MPR RI Bamsoet Dukung BI Terbitkan Rupiah Digital
  Pemotongan Anggaran MPR,Terkesan Upaya Systematis Mendegradasi Peran MPR Sebagai Lembaga Tinggi Negara
  Ahmad Basarah: Tidak Ada Kesepakatan Pimpinan MPR Minta Sri Mulyani Dipecat
  Bamsoet PPHN Tampung Seluruh Aspirasi Rakyat
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2