JAKARTA, Berita HUKUM – Beberapa pekan ini kita disuguhkan ancaman atau gertak sambal dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang akan hengkang dan mogok produksi terkait aksi “grebek pabrik” dan aksi buruh lainnya.
Menurut Andi Gani Nina Wea, selaku Presiden KSPSI (Senin (6/11), grebek pabrik atau aksi buruh adalah upaya terpaksa yang dilakukan serikat pekarja/serikan buruh karena tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah terhadap pengusaha yang melanggar hukum, grebek pabrik hanya dilakukan karena dua alasan yaitu : pertama, banyaknya perusahaan menggunakan outsourcing yang melanggar undang-undang, kedua banyak perusahaan menggunakan pekerja kontrak melebihi waktu kontrak yang tidak sesuai dengan undang-undang.
Lebih lanjut menurut Andi Gani, sebelum grebek pabrik selalu di dahului dengan pengiriman surat dari serikat pekerja ke Disnaker dan manajemen untuk minta berunding tentang penghapusan outsourcing yang tidak sesuai dengan undang-undang, namun surat tersebut tidak di gubris manajemen sehingga terpaksa serikat pekerja melakukan grebek pabrik untuk meminta tidak menggunakan outsourcing atau pekerja kontrak yang melanggar undang-undang.
Sementara itu, menurut Said Iqbal, ME Presiden KSPI lebih dari 200 an perusahaan ( di Bekasi, Karawang, Bogor, Purwakarta ) 70 % mau melakukan perundingan dengan Serikat Pekerja sehingga tidak perlu dilakukan Grebek Pabrik, dan hanya 30 % perusahaan saja yang digrebek karena nakal.Apindo beralasan perusahaan-perusahaan tersebut upah buruh sektor sepatu dan tekstil di Indonesia lebih tinggi dari upah buruh di Cina dan Vietnam, dan katanya tidak ada buruh outsourcing di pabrik sepatu di Indonesia, karenanya kami menilai, pernyataan tersebut adalah pernyataan bohong dan menyesatkan. Mari kita lihat di sepatu PT Bata menggunakan ratusan pekerja harian tanpa kontrak kerja selama 4 tahun, lebih parah dari outsourcing dengan upah harian Rp 58 ribu/hari ( termasuk uang makan dan transport ) upahnya bila dikurangi uang makan dan transport kisarannya hanya Rp 4000 an /jam jauh dibawah Cina ( Rp 8000/jam ) dan Vietnamn ( Rp 7000/jam )
Said Iqbal juga mengatakan mengatakan bahwa, Aksi yang dilakukan buruh tidak ada yang anarkis dan meresahkan, justru sebaliknya PT.Bata dan PTSamsung melanggar Undang-undang. Di PT Sepatu Bata, ada pekerja perempuan harian tanpa kontrak kerja selama 4 ( empat ) tahun dibayar Rp. 58.000/hari, jadi kalau dikeluarkan ongkos transport dan makan 3 kali, maka perhari buruh hanya terima Rp. 23.000 (atau 3.700 perjam).
Dan manajemen PT. Bata membatalkan sepihak perjanjian dengan serikat pekerja untuk mengangkat pekerja tetap. Sedangkan di PT Samsung ada ribuan pekerja / buruh outsourcing dikontrak berulang ulang selama 6 ( enam ) tahun tanpa kejelasan status dan melanggar Undang-undang serta mem PHK buruh yang mendirikan Serikat Pekerja ( Union Busting ).
Ini adalah contoh buruk perusahaan multinasional yang melanggar Undang-undang sehingga buruh melakukan aksi karena pemerintah ( Disnaker) tidak tegas menindak, jadi kami tidak percaya ada perusahaan yang mau hengkang, ini kamuflase perusahaan “nakal” untuk menutupi pelanggaran hukum tersebut dan anehnya Apindo membackup “perusahaan nakal” tersebut. Kami percaya masih banyak perusahaan taat aturan yang tetap berinvestsi di Indonesia, silahkan investasi di Indonesia tetapi jangan eksploitasi buruh menjadi miskin terus.
Disisi lain, Ketua Presiden KSBSI, Mudhofir, Sikap penolakan Apindo atas UMP/K tahun 2013 diatas Rp 2 ( dua ) juta adalah upaya Apindo tetap mau jalankan upah murah tapi mau produktifitas tinggi.
Dalam 10 ( sepuluh ) tahun belakangan UMP/K jauh dari Hidup Layak. Karenanya MPBI menuntut UMP/K 2013 di Jabodetabeka nilainya 150 % KHL atau kisarannya Rp 2.7 Juta /bulan itupun masih jauh dibawah Thailand Rp 3.5 Juta/Bulan ,Malaysia Rp 4.5 Juta/Bulan ,Singapura Rp 6 Juta/bulan padahal pertumbuhan ekonomi 6.5 % tertinggi di Asean dan PDB No.16 terbesar di dunia.
“MPBI yakin masih banyak perusahaan yang taat hukum akan terus melanjutkan bisnis dan investasinya di Indonesia karenanya silahkan berinvestasi tapi jangan ekspolitasi buruh Indonesia menjadi miskin, “tegas, Mudhofir. (bhc/rat)
|