JAKARTA, Berita HUKUM - Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Komisi III DPR berlangsung pada Senin (27/5) siang di Gedung DPR, Jakarta. Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar menyampaikan Program Kerja dan Anggaran TA 2013 dan Usulan APBN Perubahan TA 2013. “Silahkan para mitra kerja dan fraksi untuk memberikan pendapat mengenai rapat ini,” kata Pimpinan RDP Gede Pasek Suardika yang juga Ketua Komisi III DPR.
Di awal RDP, Ahmad Yani, anggota Komisi III DPR menyarankan agar mitra kerja yang hadir, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dan Komnas HAM, menyampaikan program-program kerja tanpa harus membeberkan anggaran secara rinci. Namun, pimpinan sidang menyatakan tetap perlu diungkapkan rincian anggaran, mengingat hal itu sudah diatur dalam undang-undang.
Pada kesempatan itu, Janedjri mengungkapkan jumlah perkara yang diterima MK pada 2013. “Hingga 27 Mei 2013 jumlah perkara yang diterima mencapai 195 perkara,” kata Janedjri kepada para hadirin, di antaranya pejabat dari Mahkamah Agung, Komnas HAM maupun sejumlah anggota Komisi III DPR.
Rincian jumlah perkara tersebut, lanjut Janedjri, terdiri atas 130 perkara Pengujian Undang-Undang (66,67%), 1 perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (0,51%) dan 64 perkara Perselisihan Hasil Pemilukada (32,82%). “Dari semua perkara itu, yang masih proses persidangan mencapai 76 perkara atau 38,97% dan telah diputus 119 perkara atau 61,03%,” ucapnya.
Dampak Pemotongan
Disampaikan oleh Janedjri, dalam menjalankan kewenangan konstitusionalnya, pagu anggaran definitif untuk MK sebesar Rp 199.840.650.000 sudah merupakan penurunan sebesar 9.8 persen dari dari pagu indikatif. Selain itu, dibandingkan dengan pagu anggaran tahun sebelumnya, anggaran MK pada tahun ini juga mengalami penurunan atau ekuaivalen sebesar 10 persen, karena alokasi anggaran untuk Program Peningkatan Kesadaran Berkonstitusi untuk TA 2013 sebesar 0,- (nol rupiah).
Di tengah penurunan anggaran, Janedjri menyampaikan pada tahun 2013 ini ada kebijakan pemotongan anggaran MK sebesar Rp 13.401.612.000 atau 6,7 persen dari anggaran yang dialokasikan untuk MK. Kebijakan itu berdampak terhadap beberapa program MK. Misalnya, Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis lainnya dikurangi, antara lain pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi menyangkut operasional Vicon dan ICT Pusat. Selain itu mengurangi volume Penelitian dan Pengkajian Perkara Konstitusi serta Penyusunan dan Pencetakan Jurnal MK dan Jurnal PKK.
Kebijakan pemotongan anggaran MK, sambung Janedjri, juga berdampak terhadap Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur MK maupun Program Penanganan Perkara Konstitusi. Hal ini sangat berpengaruh secara siginifikan terhadap penanganan perkara konstitusi karena tidak tersedianya anggaran yaitu penanganan perkara PUU, SKLN serta perkara Pemilukada.
Usulan Penambahan Anggaran
Oleh karena itu, MK mengajukan usulan APBN-P TA 2013 sebesar Rp 47.082.415.000 untuk empat program, dengan kebutuhan riil MK dalam menjalankan kewenangan konstitusionalnya. Antara lain dikemukakan usulan penambahan dalam Program Penanganan Perkara Konstitusi. Penambahan anggaran karena beberapa Pemilukada yang seharusnya dilaksanakan pada 2014 dimajukan pada 2013. Kegiatan ini berhubungan langsung terselenggarannya kewenangan konstitusional MK dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara.
MK juga menyampaikan penambahan anggaran karena belum memenuhi kebutuhan riil, terutama kegiatan persiapan menghadapi Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden Tahun 2014. Selain itu juga karena kebutuhan riil lain untuk terwujudnya peradilan yang modern (e-court), terpercaya, cepat dan murah, serta terpenuhinya akses masyarakat terhadap peradilan dan keadilan (access to court and justice) melalui pengembangan peralatan video conference dan multimedia.
Disampaikan pula sesuai analisis kebutuhan, dari pagu indikatif yang tetapkan untuk tahun 2014 tidak memenuhi kebutuhan. Oleh karenanya, MK mengusulkan tambahan pagu indikatif dengan pertimbangan perubahan susunan organisasi baru dan kegiatan peningkatan Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, serta Pelatihan Hukum Acara MK, serta perlunya kegiatan penyebarluasan informasi penanganan perkara dan putusan MK.
Penyandang Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Diponegoro Semarang ini di akhir uraiannya menyampaikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk MK masih jauh dari kebutuhan riil, apalagi jika dilakukan pemotongan. Untuk itulah MK mengusulkan agar tidak dilakukan pemotongan anggaran. Bahkan, dalam forum ini MK juga menyampaikan permohonan anggaran tambahan MK Tahun 2013 dapat dipertimbangkan untuk disetujui oleh DPR RI.
Sebelum mengakhiri RDP, pimpinan sidang menyampaikan terima kasih kepada mitra kerja. “Buat Bapak dan Ibu sekalian, baik dari MK, MA dan Komnas HAM bahwa apa yang telah disampaikan, telah kami terima. Selanjutnya, kami akan olah sedemikian rupa secara politis di lembaga legislatif ini. Apa bentuk hasil kesimpulannya, nanti akan bisa diikuti lebih lanjut,” tandas Gede Pasek Suardika.(nta/mh/mk/bhc/opn) |