JAKARTA, Berita HUKUM - Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang bertugas mengawasi dan mengeluarkan Ijin untuk ratusan Notaris (Pejabat Pembuat Akta ) di seluruh Indonesia.
Lilik Sri Haryanto, diduga kuat telah menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 95 juta rupiah dari Notaris.
Tindakan pungutan ini terungkap dari adanya pengaduan masyarakat kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, terkait dugaan pungutan atau gratifikasi terkait pengangakatan SK Notaris di dibeberapa wilayah di Indonesia.
Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin membenarkan kejadian tersebut. Uang senilai hampir seratus juta rupiah itu ditemukan di apartemen milik Lilik pada hari, Sabtu (5/10).
"Tim sudah memeriksa beberapa orang yang memberikan informasi itu juga, dengan yang bersangkutan (Lilik),"ujarnya.
Pemeriksaan yang dilakukan, Jumat (4/10) dari pukul 20.00 WIB hingga pukul 3 dini hari tersebut, menunjukkan bahwa terdapat indikasi adanya keadaan di luar prosedur dalam proses penerbitan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Notaris, di beberapa wilayah.
Dengan perintah Amir Syamsuddin uang yang berada di amplop coklat yang telah disita tim pemeriksa, segera melaporkan uang tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ini sesuai kerjasama gratifikasi yang sudah ditandatangani antara Kemekumham dan KPK," imbuhnya.
Saat ini Menkumham sedang mempertimbangkan permohonan pengunduran diri Lilik dari jabatannya sebagai Direktur Perdata, Direktorat Jenderal AHU.
Sebelumnya, terendus bahwa bagian perdata AHU menjadi ladang basah untuk mengambil pungutan kepada Notaris ataupun Yayasan yang akan mengurus legalitas. Tak tanggung-tanggung, pungutan tersebut tersiar senilai 300 juta rupiah per orang.
Sedangkan Lilik terbongkar aksinya sendiri dan setelah diperiksa oleh Inspekorat Jenderal Kemenkum HAM, ternyata Lilik segera melaporkan temuan dari Inspektroat Jenderal Dirjen Kemenkum HAM terhadap dirinya ke KPK, dan langsung menyerahkan uang yang di anggapnya sebagai gratifkasi tersebut, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi KPK.
Aksi Lilik ini merupakan, upaya Lilik untuk dapat lolos dari jeratan hukum kasus korupsi, dengan melaporkan ke KPK penerimaan sebelum masa tenggap 30 hari dari Lilik menerima pemberian tersebut, maka kasus ini akan berkahir sebagai kasus Gartifikasi saja.
Sementara itu ditempat terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi, membenarkan tentang adanya laporan Gratifikasi dari 3 pejabat, terkait penerimaan uang di Kemenkum HAM.
"Iya ada laporan gartifikasi sudah masuk, dan diterima Deputi gratifikasi sejak tanggal 9 Oktober 2013 lalu," ujar Johan Budi, diruang kerjanya.
Dijelaskanya, Deputi Gratifikasi yang menerima laporan tersebut, dan masih terus di dalami hingga saat ini masih terus di selidiki KPK.(bhc/put) |