JAKARTA, Berita HUKUM - Hari ini, Selasa (13/11) Laksamana Sukardi datang memenuhi panggilan KPK sebagai saksi. Berikut penjelasannya kepada para wartawan.
"Fokus pemeriksaan tadi hanya sebentar, hanya penyempurnaan BAP. Kan mereka juga ingin kuat di pengadilan. Sofyan Djalil juga diminta selaku Menteri BUMN, ya apakah mengetahui atau tidak, ya saya kira itu adalah merupakan aksi korporasi," katanya.
"Ini konsekuensi mantan pejabat, dan harus bersedia dipanggil setiap waktu. Ya, anda lihat saya datang dan saya memberikan konfirmasi. Dan hanya sebentar, tidak ada banyak masalah kasus PLN yang cis ris."
"Ini kan di Surabaya, dan itu terlalu jauh buat menteri, karena itu aksi korporasi yang mana tidak melibatkan menteri. Menteri itu hanya dimintai persetujuan sebagai RUPS, jika ada rencana penjualan saham. Dan tiap tahun, rencana tahunan keuangan perusahaan dibahas di kementerian."
Jadi program ini jalan sendiri?
Ya, itu sesuai dengan anggaran dasar. Setiap BUMN itu punya anggaran dasar, tetapi ada juga yang Good Governance, dan mereka harus mengikuti anggaran dasar, jadi buat apa ada komisaris dan Direksi.
Jadi apa peran Menteri?
Ya, sesuai dengan undang-undang yang membinanya.
Tapi mengetahui?
Ya, secara gelondongan rencana keuangan perseroan itu diketahui. Tapi kementerian tidak boleh ikut proyek, gitu. Justru disitu Good Governancenya.
Penunjukan langsung?
Itu kan urusan korporasi dilihat dari anggaran dasar. Kalau anggaran dasar mengatakan jumlah besar ke komisaris, maka jumlah besar ke direksi juga sudah diatur.
Kami tidak tahu karena rencananya efisiensi. Dan PLN memang harus efisiensi. Tapi prosesnya diserahkan ke perseroan.
kalau soal pemerasan seperti yang disampaikan oleh Pak Dahlan?
Oh ini soal pemerasan, saya tidak pernah mengalami. Kalau permintaan banyak.
Ya, permintaan ngangkat direksi ini atau supplier itu saya kira wajar-wajar saja. Dan semuanya itu tergantung dari kitanya, apakah kita mau memberikan atau tidak. Nah, kalau meminta lalu tidak dikasih dan memaksa, itu baru pemerasan namanya.
Ada yang memaksa bapak?
Saya kira tidak, karena pemerasan itu kan sesuatu yang dipaksakan. Sebetulnya tergantung juga kepada direksi BUMN. Kadang-kadang Direksi-Direksinnya ini juga menawarkan ngak tahu ingin dapat apa.
Misalnya apa pak?
Ya, misalnya mau dapat promosi jadi Direktur.
BUMN yang dijual?
Bukan, saya yang menjual, kalau saya yang menjual, saya superman dong, ada DPR, ada Presiden. Itu kebijakan pemerintah mas, yang disetujui oleh DPR.
Motivasi?
Begini, yang namanya permintaannya itu kan tidak hanya dari DPR, tapi dari kenalan dan Executive pun banyak yang meminta.
Motivasinya apa?
Motivasinya dagang, tapi kita harus menjelaskan bahwa ini ada prosedurnya. Makanya di perusahaan itu ada anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan pengawasan.
Dan kemungkinan untuk dapat atau tidaknya, itu keputusan tidak ada pada kami. Gitu loh prosedurnya, seperti apa yang saya jelaskan tadi.
Nah, yang paling penting BUMN itu direksinya sudah tidak perlu mengakomodasi permintaan-permintaan yang tidak layak. Jadi, ikuti saja aturan. Lewat tender lalu ada klasifikasinya. Kalau tidak memenuhi syarat, ya tidak usah digubris, itu wajar kok.
Tetapi kalo dari BUMN-nya sendiri yang menawarkan jasa-jasa itu, maka itu harus dikasih tahu oleh Pak Dahlan. Bahwa pemerasan atau kolusi itu tidak dari satu tangan saja, yang penting instruksi pada direksi BUMN jangan neko-neko. Kalau anda salah jalur, itu tanggung jawab anda sendiri.
Modus dagang?
Saya kira itu susah dicegah, karena itu anggota dewan juga ada yang pedagang dan dari kalangan macam-macamlah. Dan anggota direksi BUMN ada juga yang dari partai politik ingin juga menyumbang ke parpolnya, jadi itu sudah kompleks sekali. Tapi yang harus dipegang, direksi BUMN itu jangan mau menawarkan yang aneh-aneh dengan motivasi ingin naik jabatan atau ingin menyumbang untuk partai.
Sehingga nanti bisa dipromosikan atau dititipkan ke menteri supaya naik jabatan, itu yang terjadi sekarang.
Langkah Pak Dahlan?
"Langkah itu tepat, tapi caranya itu. Kan sebetulnya ingin jadi whistle blowerkan, nah kalau ingin jadi whistle blower, persiapannya itu harus disiapkan dulu. Bisa backfire, artinya kalau ada bukti melakukan pemerasan, kan ada yang diperas dan memeras. Nah ini ada gak?"
Kan saya juga baca, ada anggota dewan yang mengatakan pemerasan di DPR itu seperti angin yang bau. Baunya ada tampak ngak kelihatan gitu.
Tapi kuncinya anggota BUMN, dan yang satu lagi yang harus dirubah adalah kebijakan DPR memanggil BUMN. Itu tidak usah ada dengar pendapat dengan BUMN, panggil saja menterinya. Kalau semua BUMN dipanggil, nanti mereka semua ketakutan. Panggil saja menterinya, karena nanti ada fit and proper, kan kekuasannya luar biasa.
Sekarang perusahaan swasta enak-enak ngak pernah dipanggil.
Indosat yang bukan BUMN lagi ngak pernah dipanggil-panggil Astra, BCA malah lebih tenang bekerja.
"Jadi sebenarnya, memanggil direksi BUMN itu kalau ada kasus khusus. Cukup kementeriannya saja. Ini penyelesaian secara struktural, bukan secara Ad hoc," ujar Laksamana Sukardi kepada para wartawan di gedung KPK.(bhc/mdb) |