JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) kembali muncul. Kali ini, surat tersebut terkait dengan sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Provinsi Aceh. Surat bernomor 205/PAN.MK/X/2011.
Dalam Surat palsu itu menyebutkan bahwa MK menyatakan seorang bakal calon (balon) kepala daerah di Kota Sabang, yakni Suradji Junus Bin Muhammad Junus berhak mencalonkan diri, karena telah menjalani masa pidananya.
Dalam surat ini menyebutkan bahwa putusan yang dikeluarkan MK terkait permohonan uji material atas UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Surat itu memuat syarat calon kepala daerah yang pernah menjadi pidana dengan ancaman pidana lima tahun, boleh mengikuti Pemilukada setelah lima tahun menjalankan hukumannya.
Bahkan, surat tersebut dilengkapi dengan kop surat berlambangkan Burung Garuda dan bertuliskan Mahkamah Konstitusi serta ditandatangani Panitera MK, Kasianur Sidauruk lengkap dengan stempel MK. "Surat tersebut palsu," ujar Ketua MK Mahfud dalam sidang putusan sengketa Pemilukada Aceh yang berlangsung di gedung MK, Kamis (24/11).
Ihwal surat palsu ini terungkap, setelah Badan Pengawas Pemilu mengirimkan surat ke MK menanyakan keaslian surat MK yang ditujukan ke KIP Aceh. Surat palsu ini sengaja dibeberkan Mahfud dalam pembacaan putusan tentang pelaksanaan pilkada Aceh.
Sementara itu, juru bicara MK Akil Mochtar mengatakan, ada kejanggalan dalam surat MK yang ditujukan ke KIP Aceh tersebut. Salah satunya adalah nomor surat. Surat palsu itu nomornya 205, padahal hingga kini, surat MK nomornya baru mencapai 170-an. Selain itu, MK tidak pernah mengirim surat dengan perihal memohon penjelasan ke KIP Aceh, sebagaimana tertulis di surat palsu.
“Surat palsu tersebut dibuat memang dengan tujuan menguntungkan seseorang yang hendak mencalonkan diri. Memang karena ada orang yang dirugikan dengan ketentuan soal syarat pencalonan, lalu mereka membuat surat yang seolah-olah MK mengizinkan maju dalam pemilihan kepala daerah," ungkap Akil.
Calon Perseorangan
Pada bagian lain, MK mengabulkan sebagian permohonan sengketa Pemilukada Provinsi Aceh yang diajukan H A Khalid MM, Fadlullah dan calon Kepala Daerah Kabupaten Pidie, Fadlullah. MK membolehkan calon perseorangan untuk maju mengikuti pemilihan kepala daerah tersebut.
Mahkamah dalam amar putusannya menyebutkan bahwa calon perseorangan dalam Pemilukada tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak melanggar butir 1.2.2 Perjanjian Helsinki atau Nota Kesepehaman Perdamaian antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 lalu.
Mahkamah dalam kesempatan tersebut juga menetapkan untuk menguatkan putusan sela MK No 108/PHPU.D-IX/2011 tanggal 2 November 2011. Mahkamah menilai calon perseorangan untuk semua pemilihan kepala daerah di Aceh hanya berlaku satu kali sesuai MOU Helsinki adalah tidak benar.
Dengan demikian, menjadi hak rakyat Aceh untuk memilih calon perseorangan untuk pemilihan April 2006 dan seterusnya. Adanya calon perseorangan merupakan realisasi maksud dari MOU Helsinki. Sedangkan kedudukan KIP Aceh sebagai penyelenggara Pemilu memiliki sifat tetap dan mempunyai hubungan hirarki dengan Penyelenggara Pemilihan Umum Nasional (KPU) serta melaksanakan tugasnya secara mandiri, independen dan non partisan serta bebas dari pengaruh kekuasaan apapun.(dbs/wmr)
|