JAKARTA, Berita HUKUM - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan layanan bantuan kepada 22 orang korban aksi terorisme di Indonesia. Jumlah tcrsebut merupakan korban serangan bom di Thamrin Jakarta dan Samarinda tahun 2016 lalu.
"Jumlah tersebut belum termasuk korban serangan bom di Kampung Melayu akhir bulan Mei Lalu," ujar Abdul Harris Semendawai Ketua LPSK, dalam konferensi persnya di Kantor LPSK di Jl. Raya Bogor Km 24 No. 47-49, Susukan Ciracas, Jakarta Timur pada, Rabu (7/6).
Layanan LPSK berikan kepada para korban tersebut berupa layanan pembunuhan hak prosedural, layanan medis, layanan psikologis, dan fasilitasi kompensasi (ganti rugi dari pemerintah). Layanan tersebut penting, karena selain trauma korban harus dipulihkan, hak~ hak korban selama menjalani proses peradilan pidana tidak terlanggar. Untuk kasus Samarinda sendiri LPSK memfasilitasi transportasi para korban yang harus memberikan keterangan dalam persidangan kasus tersebut yang digelar di PN Jakarta Timur, termasuk diantaranya 3 orang korban yang hari ini, Rabu (7/6) memberikan keterangan di persidangan.
"Layanan seperti ini penting karena jarak Samarinda-Jakarta tidak dekat, sehingga tentunya memberatkan jika para korban tidak difasilitasi, sementara keterangan mereka penting untuk mcngungkap kasus," jelas Ketua LPSK, Semendawai.
Semangat untuk membantu dan menangani korban terorisme di Indonesia sebenarnya sudah mulai ada. Terutama ketika peristiwa serangan terorisme baru saja terjadi dimana banyak instansi baik tingkat pusat maupun daerah yang berlomba-lomba untuk ikut menangani para korban. Namun, sayangnya ketika kasus tersebut sudah tidak menjadi perhatian masyarakat. semangat tersebut agak mengendur, sehingga penanganan korban terhenti. Padahal pemulihan trauma korban terorisme, baik medis dan psikologis, tidak mudah dan singkat. Kecenderungan ini tentunya sangat memprihatinkan.
"LPSK pemah ditolak memberikan guarantee letter (surat jaminan) untuk pengobatan korban karena sebelumnya sudah ada instansi yang akan memberikan bantuan. Namun, bantuan tersrbut tidak tuntas. sehingga pemulihan korban terhenti," ungkap Wakil Ketua LPSK, Askari Ramk.
LPSK berharap ada aturan pelaksanaan yang jelas terkait penanganan korban terorisme, mulai dari saat baru saja terjadi peristiwa terorisme hingga korban pulih. Dengan adanya aturan tersebut diharapkan penanganan kepada korban bisa optimal. :Dan tentunya trauma korban bisa dipulihkan hingga tuntas," harap Askari.
Secara umum, selama 5 bulan pertama 2017 ini LPSK menerima 534 permohonan perlindungan, sedangkan jumlah terlindungi LPSK selama 5 bulan tersebut berjumlah 2.553 Orang, dimana mayoritas merupakan korban pelanggaran HAM berat sebanyak 1.883 orang, dan terbanyak kedua merupakan korban trafficking sejumlah 194 orang, serta saksi, tindak pidana korupsi sebanyak 129 orang.
"Layanan kepada saksi dan korban selain sebagai upaya pemulihan korban, juga sebagai dukungan terhadap pengungkapan tindak pidana melalui keterangan saksi dan korban," pungkas Semendawai.(bh/yun) |