Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Reformasi Birokrasi
Korupsi Masih Marak, Reformasi Birokrasi Gagal Total
Tuesday 06 Dec 2011 19:23:05
 

Teten Masduki (Foto: Ist)
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Reformasi birokrasi Indonesia dapat dianggap gagal. Pasalnya, celah untuk melakukan korupsi masih ada. Bahkan, dapat dikatakan lebih besar dari sebelumnya. Kegagalan ini akibat sisa-sisa elite orde baru (Orba) tidak ikut disingkirkan, ketika beralih ke era reformasi.

"Reformasi birokrasi terhambat elite-elite birokrasi Orba yang kotor, karena mereka ikut merancang reformasi birokrasi itu. Padahal, tidak adanya korupsi akibat dari keberhasilan reformasi birokrasi,” kata Sekjen Transparency International Indonesia(TII) Teten Masduki dalam seminar di Jakarta, Selasa (6/12).

Dari empat pilar demokrasi yang ada, lanjut dia, hanya ada satu yang masih bisa diandalkan untuk melawan korupsi politik dan korupsi birokrasi, yakni media massa. Selain media massa itu, partai politik, parlemen, birokrasi dan pengadilan masih menjadi sarang korupsi. "Ini bukti survei selama empat tahun, sebab secara real, partai butuh uang untuk kompetisi yang tinggi," jelas dia.

Menurut dia, demokrasi yang diusung pascareformasi, ternyata tidak serta merta membinasakan korupsi di Indonesia. Perilaku korupsi justru berevolusi dan menelurkan generasi koruptor baru. "Korupsi zaman orba dulu terpimpin di bawah presiden. Kalau sekarang di bawah Banggar DPR,” jelasnya.

Korupsi orde baru, lanjut dia, korupsi dipimpin dari dalam istana dan sistematis. Pembagiannya pun jelas. Kalau tidak sejalan, bisa ditebas kekuasaan. Sedangkan korupsi era reformasi justru dilakukan serampangan. "Korupsi sekarang berdiri sendiri. Tapi kekuasaan politik yang besar ini, tidak ada keberanian untuk menebang korupsi," imbuhnya.

KPK yang diharapkan dapat memberantas korupsi, menurut Teten, justru bekerja secara kurang efektif. Pasalnya, KPK tidak bekerja di hulu, melainkan di hilir berdasarkan pengaduan yang masuk. Harusnya KPK memilih bidang mana yang mau dibabat lebih dahulu, baru yang lainnya. "Jika tingkat korupsi politik dan birokrasinya tinggi, artinya tidak ada political will dari pucuk pimpinan untuk memberantas korupsi,” tandas pendiri ICW tersebut.(mic/wmr)



 
   Berita Terkait > Reformasi Birokrasi
 
  Ketua DPR Dukung Pemerintah Reformasi Total Birokrasi
  Lelang Jabatan, Reformasi Birokrasi Yang Efektif dan Efisien
  Kemenpolhukam Apresisi Reformasi Birokrasi Pemprov Gorontalo
  SBY: Reformasi Birokrasi Dikatakan Berhasil Jika tak Ada Lagi Korupsi
  Aceh Timur Sosialisasi Bimtek Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi On-Line
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2