JAKARTA, Berita HUKUM - Badai krisis modal di Eropa dan Amerika Serikat semakin memburuk bagi sistem kapitalisme, dan rezim SBY - Boediono ternyata memilih membukakan pintu di Indonesia bagi alternatif akumulasi modal demi penyelamatan kaum kapitalis melalui program -program liberalisasi pasar dan investasi di Indonesia. Seperti, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Dua program liberalisasi tersebut yang bertumpu pada sektor ekstraktif, bukanlah program yang sungguh - sungguh untuk mensejahterakan rakyat, tetapi diperuntukkan untuk melayani kepentingan akumulasi modal dengan mengkapling - kapling wilayah republik ini dan dibagikan kepada para pemodal. MP3EI dan KEK adalah cara pembangunan dengan mengandalkan investasi modal swasta dan menempatkan sumber daya produktif nasional (sumber daya agraria dan tenaga kerja) sebagai sapi perahan demi keuntungan sebesar - besarnya para pemodal tersebut. Keberadaan puluhan tahun PT. Freeeport di tanah Papua adalah contoh nyata praktik eksploitasi atas negeri ini, yang hanya menyisakan kerusakan alam dan kemiskinan kepada rakyat Papua dan Indonesia.
Politik upah murah telah dipraktikkan di Indonesia sejak masa Orde Baru hingga pemerintahan SBY - Boediono saat ini dijadikan sebagai tawaran utama kepada investor untuk berinvestasi di Indonesia. Persaingan antar kelas pemodal adalah bagian yang melekat utuh pada sistem kapitalisme. Pemenang dari persaingan itu akan mendapatkan akumulasi keuntungan yang tinggi dan perluasan pasar, sementara pemodal yang gagal bersaing akan gulung tikar. Untuk dapat memenangkannya, maka pemodal akan berlomba - lomba mencari wilayah yang mampu menyediakan bahan baku yang lebih murah dan tenaga kerja murah (upah murah), sehingga upah murah adalah bagian yang tidak terlepaskan dalam hukum besi sistem kapitalisme.
Sistem kerja kontrak dan outsourcing adalah inovasi dari sistem kapitalisme untuk meningkatkan kemampuan para pemodal memenangkan persaingan, pemodal yang mampu membangun sistem produksi yang paling fleksibel (istilah SBY: luwes) yang akan mampu memenangkan persaingan dan menguasai pasar karena fleksibilitas produksi akan menghasilkan penurunan biaya produksi (biaya tenaga kerja menjadi tetap dan tidak perlu mencadangkan biaya phk dan pensiun buruh) dan penurunan resiko investasi dari tuntutan dan pemogokan buruh. Selama sistem kapitalisme menjadi sistem ekonomi negara dan dunia maka fleksibilitas produksi (termasuk fleksibilitas pasar tenaga kerja) akan menjadi senjata untuk mengakumulasi keuntungan meskipun akan mengorbankan dan memiskinkan jutaan orang buruh dan keluarganya.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), serta seluruh anggota organisasi serikat (tani, nelayan, masyarakat adat, perempuan) di Indonesia memandang SBY - Boediono saat ini tampil dengan gagah sebagai pembela utama kepentingan kaum modal di Indonesia, meskipun sudah jutaan buruh menyatakan menolak upah murah, outsourcing dan kerja kontrak, tetapi hingga saat ini Rezim SBY - Boediono tetap berpaling muka terhadap tuntutan kaum buruh, dan sebaliknya tetap mempertahankan sistem yang telah terbukti menyengsarakan jutaan buruh Indonesia.
Penghancuran masa depan buruh dan keluarganya karena kebijakan sistem kerja kontrak dan outsourcing kemudian diperparah oleh pembiaran secara serentak oleh pegawai pengawas Kemenkertrans hingga Dinas Tenaga Kerja kabupaten /kota terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha soal upah dan sistem kerja PKWT. Pembiaran ini terjadi karena adanya praktik suap yang dilakukan oleh pengusaha kepada pegawai dinas tenaga kerja, tetapi hingga saat ini KPK dan Kejaksaan Negeri tidak pernah secara serius mengungkap praktik suap yang telah mengorbankan masa depan jutaan buruh di Indonesia.
Dengan demikian, Penguasa Negara ini telah membiarkan undang - undang diinjak - injak oleh pengusaha, dan adalah tepat Seruan MOGOK Nasional yang dilakukan oleh Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) sebagai langkah perjuangan buruh secara nasional untuk menegakkan undang - undang dan menegakkan hak kemanusiaan kaum buruh.
Setali tiga uang dengan situasi yang dialami oleh kaum buruh, situasi yang tidak kalah derajat penindasannya saat ini juga dialami oleh kaum tani, janji untuk melaksanakan Reformasi Agraria ternyata hanya JANJI PALSU, bahkan Rezim SBY - Boediono mengarahkan penguasaan tanah pada mekanisme pasar tanah dan mengutamakan penguasaan tanah sangat luas kepada perusahaan-perusahaan swasta maupun BUMN yang bergerak di sektor pertambangan, kehutanan, perusahaan infrastruktur, perkebunan / PTPN.
Penindasan kaum modal dan negara kepada kaum tani ini justru tidak pernah berhenti, justru tampil dengan vulgar lewat cara - cara barbar dalam bentuk intimidasi, penganiayaan, pembunuhan yang dilakukan oleh alat kekerasanya yakni TNI / Polri demi membumihanguskan daya juang kaum tani yang mempertahankan hak atas tanahnya yang telah dirampas, demi keamanan aliran modal dari korporasi dalam dan luar negeri.
Berdasarkan laporan yang diterima dan pantauan KPA sepanjang Januari hingga Agustus 2012 ini, sedikitnya telah terjadi 146 Konflik Agraria, yang mengorbankan 3 (tiga) orang petani meninggal dunia, 25 petani ditembak, 124 petani ditahan / dikriminalisasi, dan 44 petani dianiaya. Di samping itu, luasan lahan yang diperjuangkan karena dirampas perusahaan -perusahaan tersebut sedikitnya seluas 809.046 hektar dengan jumlah 105.289 KK yang terlibat dalam konflik - konflik tersebut.
Dengan melihat 2 (dua) konteks yang terjadi di sektor - sektor pokok tersebut, tentu saja dominasi dan kekuasaan kaum pemodal di Republik ini telah menjadi penyebab hancurnya tenaga produktif nasional. Oleh karena itu, KPA menyatakan sikapnya sebagai berikut:
1. Mendukung sepenuhnya perjuangan buruh dalam Aksi Pemogokan Buruh Nasional
2. Menolak Sistem Outsourcing dan Upah Murah
3. Menyerukan kepada seluruh organisasi - organisasi rakyat / tani dan organisasi masyarakat sipil di Republik ini untuk sepenuhnya memberikan dukungan pada perjuangan buruh dalam segala bentuk, sehingga persatuan dan perjuangan rakyat menjadi tonggak nyata dalam praktek pembebasan menuju keadilan sosial yang sejati
4. Sistem kapitalisme telah nyata - nyata memiskinkan mayoritas rakyat di dunia, dan memperkaya segelintir orang yang menjadi kaum pemodal, untuk itu persatuan rakyat Indonesia berjuang untuk menghancurkan sistem ini dan membangun sistem baru yang manusiawi bersama ratusan juta rakyat diseluruh dunia, adalah keharusan
5. Rezim SBY - Boediono telah terbukti sebagai pelayan kepentingan kaum modal di Indonesia, dan
6.Laksanakan Reformasi Agraria sejati sebagai basis pembangunan industri nasional yang kokoh dan mandiri dengan kontrol penuh dari rakyat.(bhc/rls/rat)
|