JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Perusahaan tambang terbesar dunia, PT Freeport Indonesia (PTFI) menunda operasi tambangnya di Papua. Kebijakan ini diambil, karena adanya konflik yang terjadi antarpekerja. konflik di tuduh pekerja tersebut membuat perusahaan tambang emas dan tembaga itu kesulitan untuk beroperasi.
Seperti yang dilansir Bloomberg, juru bicara PTFI Ramdani Sirait mengatakan, gangguan operasional perusahaan tambang emas dan tembaga bermula pada Jumat (24/2) lalu. Saat itu, sebagian karyawan disebutkan telah melakukan tindak kekerasan dan intimidasi terhadap sebagian karyawan yang selama ini tidak ikut aksi mogok menuntut kenaikan gaji.
Ramdani mengaku, pihaknya sedang mencari jalan keluar dan akan melakukan kerja sama dengan pimpinan Serikat Pekerja dan pejabat pemerintah. “Kami tengah bekerja sama dengan pejabat pemerintahan setempat dan serikat pekerja untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi sekarang.
Sebelumnya, operasional Freeport Indonesia sempat menghentikan produksi karena aksi mogok karyawan yang menuntut kenaikan gaji. Sebanyak 8.000 dari 23.000 karyawan PTFI mogok kerja sejak 15 September 2011 lalu, karena karyawan menuntut kenaikan gaji sebesar 20 kali lipat dari gaji minimum sebesar 1,50 dolar AS per jam menjadi 30 dolar AS per jam.
Dalam negosiasi untuk mengakhiri mogok, PTFI menyetujui peningkatan upah pokok sebesar 24 persen pada tahun pertama, dan 13 persen pada tahun kedua atau setara dengan peningkatan sebesar 40 persen bila digabungkan selama dua tahun.
Selain itu, PTFI menyetujui peningkatan tunjangan, termasuk penambahan bonus kerja shift dan lokasi, tunjangan perumahan, bantuan pendidikan, dan program tabungan masa pensiun. Hal ini dianggap keberhasilan ribuan pekerja yang melakukan aksi mogok itu. Hasil ini dianggap tak pantas dinikmati para pekerja yang tak ikut melakukan aksi mogok kerja.
Tidak Perlu
Sementara itu, juru bicara Serikat Pekerja PTFI Yuli Prongporongan menyatakan bahwa manajemen perusahaan tidak perlu menghentikan operasinya saat ini. Pekan depan mereka akan berupaya untuk menggelar pembicaraan dengan pihak manajamen terkait penghentian operasi perusahaan emas asal Amerika Serikat tersebut.
"Penghentian operasional bagi pekerja dan serikat pekerja memandang ini sangat berlebihan apalagi dengan alasan adanya intimidasi dari beberapa anggota serikat pekerja yang mogok kepada yang tidak mogok. Penghentian lebih beralasan, kalau adanya peristiwa penembakan," jelas dia.
Yuli mengakui adanya sikap berlebihan dari sejumlah pekerja yang ikut mogok terhadap pekerja yang tidak mogok. "Seharusnya perbedaan sikap karyawan di lapangan ini dijembatani manajemen perusahaan, penghentian operasi perusahaan justru akan memperlebar jurang perbedaan. Justru sekarang ini, ribuan pekerja sudah kembali ke tempat kerja memiliki tekad dan semangat menjalani operasi perusahaan secara maksimal," ungkapnya.
Yuli juga menjamin akan berupaya untuk menengahi perselisihan antara pekerja yang ikut mogok dengan yang tidak mogok. "Kami siap menjamin sepanjang tidak ada pembedaan sikap terhadap karyawan dan sepanjang tidak ada lagi sanksi bagi teman kami yang sempat mengalami pertikaian yang sekarang ditangkap polisi. Jadi kuncinya ada di pihak manajemen bukan dengan kami serikat pekerja," ujarnya.(dbs/sya/ind)
|