JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyampaikan hasil pemeriksaannya. Dari delapan pimpinan dan pejabat institusi pembernatasan hukum tersebut, empat di antaranya "divonis" melanggaran pelanggaran kode etik ringan. Temuan ini pun takkan berlanjut ke ranah pidana.
Namun, dengan hasil pemeriksaan ini, Komite Etik memberikan sejumlah rekomendasi, bagi sebagai masukan serta perbaikan internal dan eksternal KPK. Rekomendasi internal itu, di antaranya KPK harus memisahkan pengodifikasian antara norma etik dan norma perilaku bagi pegawai dan pimpinannya. Alasannya, KPK selama ini menyatukan dua aturan tersebut dalam satu wadah yang bernama kode etik pimpinan dan pegawai KPK.
"Komite etik merekomendasikanm, agar kode etik yang umum dan tidak bersanksi dipisahkan dari kode perilaku yang lebih rinci dan pelanggarannya dikenakan hukuman serta sanksi," kata anggota Komite Etik KPK Nono Makarim dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/10).
Dua norma itu, jelas dia, sangat jelas berbeda. Norma etik itu, bersifat larangan dan suruhan yang umum dan luas. Sedangkan norma perilaku berisi aturan-aturan tentang bagaimana seorang pimpinan dan pegawai harus berkelakuan dalam beraneka ragam situasi. Selain itu, tak seperti norma etik, norma perilaku, lazimnya selalu memuat sanksi bagi mereka yang melanggar.
Tertib Administrasi
Rekomendasi lainnya, Komite meminta agar administrasi KPK lebih ditertibkan. Sebab, ditemukan administrasi persuratan di KPK tidak cukup rapi. Ada beberapa surat yang dilaporkan seseorang, namun saat ditanya suratnya hilang. Direkomendasikan pula, agar ada UU untuk melindungi KPK dari berbagai serangan untuk menghancurkan institusi pemberantasan korupsi itu.
KPK, jelas dia, juga harus membentuk satu tim yang bertugas merespons setiap informasi dan opini yang muncul di masyarakat. Selain itu, KPK disarankan secara intens menggelar pertemuan dan diskusi secara berkala dengan lembaga pegiat antikorupsi dan tokoh masyarakat. Tujuannya, untuk memperkuat KPK yang lebih kuat dari sekarang ini.
Komite Etik memberikan rekomendasi bagi KPK untuk eksternal. Menurut Nono Makarim, pemerintah diharapkan membantu memperingan tugas KPK dengan secara serius menangani mental dan integritas anggota masyarakat, melalui pendidikan yang secara utuh melahirkan anak didik yang berilmu pengetahuan, berketrampilan dan berakhlak mulia.
Langkah ini lebih penting, karena bagian upaya meredam terjadinya niat untuk berkorupsi. Presiden juga harus bersikap tegas dalam mengendalikan proses reformasi birokrasi di seluruh instansi pemerintah dan lembaga negara.
Rekomendasi ketiga, Komite Etik berharap KPK dan Pemerintah dapat serius mendandani sistem perpolitikan nasional melalui UU Parpol, Pemilu, Pilpres dan Pemilukada. Terakhir, Komite mengajak masyarakat bersama-sama memberangus korupsi.
Sementara itu, anggota Komite Etik Marjono menyarankan, agar lembaga pemberantas korupsi itu membentuk dan memiliki Dewan Kode Etik. "Alangkah baiknya kpk itu punya suatu dewan, yang orangnya anggotanya ahli dibidang etik, ahli dibidang code of conduct," ujarnya.
Dewan itu nantinya tempat bertanya kalau ada kasus-kasus, situasi-situasi tertentu yang tidak jelas, khususnya sesuatu yang dianggap masuk dalam kategoro pelanggaran code of conduct apa tidak. Nantinya, Dewan ini diharapkan tak hanya jadi tempat bertanya, melainkan menjadi suatu buku pedoman penjelasan tambahan atas kasus-kasus konkret di bidang perilaku di bidang moral. “Penyusunannya harus rapih,” tandasnya.(tnc/spr)
|