JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi VII DPR yang membidangi masalah energi kembali mempersoalkan dasar penetapan harga premium Rp 6.600/liter dan solar Rp 6.400/liter.
"Dari mana dasar penetapan harga itu? Kok ini ada harga perolehan segala, ada margin tambahan 2% lagi. Kan sudah ada margin di harga perolehan, harga MOPS-nya (Mean of Plats Singapore) berapa itu?" tegas Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika, dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM Sudirman Said, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin sore, (2/2).
Protes yang sama juga disampaikan Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian. Ia mempersoalkan harga premium Rp 6.600/liter, sementara saat ini harga bensin RON 95 sekelas pertamax plus di Singapura di bawah Rp 6.000/liter.
"Di Singapura saja sekarang bensin RON 95nya di bawah Rp 6.000/liter, kenapa tidak sesuai seperti patokan yang ada MOPS, sebenarnya premium itu di subsidi atau tidak," tegas Ramson.
Sementara pada Raker lanjutan Selasa (3/2) ini, Menteri ESDM Sudirman Said kembali dicecar terkait perhitungan penetapan harga Premium dan solar khususnya mengenai adanya tambahan biaya bagi Pertamina.
"Saya mempertanyakan tambahan biaya bagi Pertamina atas ganti rugi akibat turunnya harga minyak terhadap stok BBM yang dimiliki Pertamina, ini apa formula dan dasarnya," tanya Anggota Komisi VII DPR Endre Saifoel (Fraksi PAN) saat Raker tersebut.
Pada kesempatan itu, Saifoel menilai penetapan harga premium dan solar pemerintah memberikan biaya ganti rugi stok Rp. 350/liter itu sangat besar.
"Ini besar sekali dari mana asalnya, biaya angkut sudah diberikan ke Pertamina Rp. 178/liter, biaya operasi depot Rp. 246/liter belum lagi margin usaha," ujarnya.
Anggota Komisi VII DPR Iskan Qolba Lubis (Fraksi PKS) mengaku heran terhadap perhitungan formula harga BBM yang banyak poin yang aneh-aneh. "Banyak perhitungan aneh, seperti Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), ini pajak orang yang punya mobil, harusnya dibebankan bagi yang punya, jangan dimasukkan kedalam komponen harga BBM," tegasnya.
Dia menambahkan, Pertamina harus mencontoh Unilever, dimana harga sabun kepelosok bahkan sampai Papua harganya sama. "Mereka dalam manajemen distribusi sangat andal, pada kenyataannya harag BBM dipelosok jauh lebih mahal dari yang ditetapkan," jelasnya.
Sementara, Anggota Komisi VII DPR Kurtubi (Fraksi Nasdem) meminta Pemerintah menjelaskan perhitungan secara akurat berapa besaran subsidi sebenarnya yang gelontorkan oleh pemerintah.
"Karena itu perlu publikasi perhitungan Mean of Plats Singapore (MOPS) kepada Dewan agar perhitungan BBM baik subsidi maupun non subsidi menjadi jelas," ujarnya kepada wartawan, seusai Raker Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Sudirman Said yang dipimpin oleh Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika, di Gedung Nusantara I, Senin, (2/2).
Dia mengharapkan, pemerintah dapat segera memberikan penjelasannya esok hari dengan data yang lebih akurat. "Jadi besaran subsidi semua tergantung kepada pemerintah, dan tergantung berapa besar perbedaan MOPSnya," jelasnya.
Dia mengatakan, untuk kasus premium dalam laporannya ada dua kali penghitungan seperti margin dan biaya distribusi yang perlu diperjelas, "kita menginginkan klarifikasi biaya distribusi yang mana dihitung dua kali ini juga bisa berdampak rendahnya biaya perolehan dan harga jual sekarang ini," katanya.
Untuk premium, lanjutnya, boleh jadi harga perolehan dan plus lainnya bisa lebih rendah jika dihitung secara akurat. "Jadi terkesan ada semacam keuntungan yang diberikan Pemerintah kepada Pertamina, ini kita bisa saja sepakat keuntungan ini diberikan kepada Pemerintah artinya semacam ada margin yang diberikan,"ungkapnya.(Sugeng/dpr/bhc/sya) |