Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pemilu    
Pemilu
Komisi II DPR Soroti Keputusan MK terkait Verifikasi Faktual
2018-01-16 14:05:23
 

Ilustrasi. Gedung DPR RI, Senayan Jakarta.(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi II DPR RI Yandri Susanto dari fraksi PAN menyoroti Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan Pasal 173 ayat 1 dan 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait verifikasi partai politik (parpol). Yandri menyebutkan Keputusan MK tersebut mengharuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengubah beberapa aturan terkait Pemilu Serentak 2019.

"Keputusan MK ini bermasalah dalam hal teknis, yang kita sayangkan kenapa hal yang sangat urgent begini MK menganggap enteng. Saya juga tidak tahu apakah Mendagri, KPU atau Bawaslu dihadirkan dalam putusan MK," ungkapnya saat rapat dengar pendapat dengan KPU, Bawaslu dan Ditjen Otda di KK II Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (15/1).

Putusan MK mengharuskan semua partai politik yang akan berlaga di 2019 melewati tahap verifikasi faktual. Padahal, sebelumnya parpol peserta Pemilu 2014 tak mesti menjalani proses tersebut.

"Atas persamaan ini saya nggak tahu apa solusinya. apakah hadapi saja, karena Februari masa pengumuman partai politik, atau pemilu diundur. Maka dari itu, penting membuat kesepakatan agar tidak merusak semua tahapan pemilu," tegasnya.

Hal senada juga disampaikan anggota Komisi II DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan untuk tetap menjalankan Keputusan MK. Namun Ace menyarankan untuk tidak bertentangan dengan UU Pemilu, terutama soal batas waktu ditetapkan dalam UU.

"Upaya kebijakan KPU soal verifikasi faktual partai politik haruslah tidak bertentangan dengan UU, di samping tetap menjalankan keputusan MK tersebut. Untuk itu, diperlukan adanya payung hukum verifikasi faktual parpol dengan melakukan perubahan terhadap waktu yang ditetapkan tersebut," jelasnya.

Lebih lanjut politisi partai Golkar itu mengatakan, agar putusan MK tak bertentangan dengan UU Pemilu ialah penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu.

"Agar proses tahapan pemilihan legislatif itu tidak terganggu dan memerlukan waktu yang cepat, maka penting kiranya untuk dipertimbangkan adanya Perppu terhadap penetapan parpol peserta pemilu yang harus ditetapkan 14 bulan sebelum pemilu. Ini penting agar tidak melanggar peraturan yang ada," imbuh dia.

Sementara, Anggota Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi verifikasi faktual partai politik mengharapkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat melakukan simulasi terkait hal tersebut. Yanuar menuturkan, KPU perlu menyimulasikan putusan MK tersebut dengan penjadwalan dan landasan yang ada.

"KPU harus membuat simulasi dengan seluruh penjadwalan yang ada. Verifikasi faktual ini landasannya apa, sensus atau populasi. Dari segi ini saja kita melihat ada sesuatu yang harus segera diselesaikan," ujar Yanuar.

Politisi F-PKB ini menyebut, KPU diminta agar segera melakukan beberapa hal, seperti Sipol dan update SK. Ia berharap Sipol dan update SK tak hanya jadi bagian dari persiapan pemilu. KPU pun diminta untuk bekerja cepat terkait update yang terjadi di setiap partai politik.

"Belajar dari kasus putusan MK, ini ada hal-hal yang harus kita lakukan secara cepat. Sipol ini kita kenapa tidak kita buat menjadi bukan hanya dari bagian persiapan pemilu, tapi jadi pekerjaan rutin. Seperti update SK. Setiap ada pergantian struktur langsung dicek, di-update SK. Terlepas dari pileg atau pilkada," tandas politisi asal dapil Jawa Barat itu.

Sebelumnya diberitakan, MK memutuskan seluruh partai politik calon peserta Pemilu 2019 harus mengikuti verifikasi faktual. Hal itu sesuai dengan putusan MK yang mengabulkan permohonan uji materi pasal 173 ayat 1 dan 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Uji materi tersebut sebelumnya ?diajukan oleh Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama dengan Nomor 53/PUU-XV/2017.(hs/sf/rnm/sc/DPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Pemilu
 
  Usai Gugat ke MK, Mahfud MD dan Ari Yusuf Amir Adakan Pertemuan di Rumah Ketua MA?
  PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
  Daftar Lengkap Perolehan Suara Partai Politik Pemilu 2024, Dan 10 Partai Tidak Lolos ke Senayan
  DPD RI Sepakat Bentuk Pansus Dugaan Kecurangan Pemilu 2024
  Nyaris Duel, Deddy Sitorus PDIP dan Noel Prabowo Mania saat Debat di TV Bahas Pemilu
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2