Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Perdata    
Kasus Tanah
Ketum PRD: Selesaikan Konflik Agraria dengan UUPA 1960 Jika Jokowi Berani
2016-04-25 22:32:32
 

Ilustrasi. Tebaran Pemikiran, Seputar Masalah Hukum Tanah. (sampul Buku).(Foto: BH/sya)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Agus Jabo Priyono Ketum Partai Rakyat Demokratik (PRD) menyampaikan bahwa, sebagian besar kehidupan masyarakat Indonesia terikat dengan tanah, bahkan tanah dijadikan sesuatu yang sakral. Tanah adalah tempat tinggal, tempat mencari nafkah, sekaligus tempat peristirahatan terakhir di saat mereka meninggal.

Maka dengan segala daya upaya, bahkan nyawapun bisa dipertaruhkan untuk mempertahankan tanah tersebut.

'Sadumuk bathuk, sanyari bumi'

Bahkan jika ditelisik sejarah masa lalu, Agus Jabo memberikan pandangannya, pada masa perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro berimbas membangkrutkan Pemerintah kolonial Belanda dimana asal muasalnya juga 'persoalan tanah'.

Masalah tanah ibarat bom waktu, kapan saja bisa meledak," jelas Agus Jabo, sapaan akrab ketum PRD, sebagaimana rilis pers yang di terima pewarta BeritaHUKUM.com di Jakarta pada, Senin (25/4).

"Di Jakarta, baru saja kita saksikan penggusuran orang miskin di Kampung Pulo, Kalijodo, dan Luar Batang, sedangkan di daerah perjuangan Petani dalam menuntut hak atas tanah terus terjadi, di Sulawesi Tengah, NTT, Kabupaten Semarang, Kabupaten Krawang, perjuangan yang tak kenal lelah dari Petani dan Suku Anak Dalam Jambi, yang sampai sekarang masih menduduki Kantor Gubernur, menunggu realisasi keputusan Menteri Agraria." paparnya lagi.

Bahkan, perjuangan yang tak kenal lelah dari Petani dan Suku Anak Dalam Jambi, yang sampai sekarang masih menduduki Kantor Gubernur, menunggu realisasi keputusan Menteri Agraria.

Pada masa Soekarno masalah agraria sudah diatur dalam UUPA 1960, UU ini dinilai sebagai UU terbaik, tanah untuk petani penggarap, tidak boleh jadi alat komoditas dan memiliki fungsi sosial.

UUPA tahun 1960 adalah pondasi Trisakti, karena sampai sekarang belum dicabut, harusnya menjadi panduan dalam menjawab masalah agraria, sekaligus memayungi semua produk UU atau aturan yang berhubungan dengan masalah agraria tersebut, misalnya UU Penanaman Modal, Pertambangan, Kehutanan, Perkebunan, dll.

Orde Baru berkuasa, membuat jalan baru reforma agraria dalam wujud revolusi hijau dan transmigrasi, tetapi juga belum mampu menjawab akar persoalan agraria tersebut.

Setelah reformasi, di bawah kebijakan ekonomi yang pro kapital, penguasaan dan pemanfaatan tanah lebih banyak diperuntukkan bagi kepentingan korporasi. Akibatnya banyak tanah mengalami perubahan fungsi. Tanah yang sebelumnya didiami oleh warga pun dirampas demi kepentingan kapital tersebut.

Kontradiksi terus terjadi secara massif antara pemegang HGU Perkebunan melawan Petani, antara Pemegang IUP berhadapan dengan masyarakat, antara Pengembang dengan rakyat miskin, antara Kontraktor Pembangunan Infrastruktur dengan petani pemilik lahan.

Berdasarkan data, saat ini peruntukan tanah untuk perkebunan sawit sudah mencapai 8,9 juta hektar, sebanyak 59 persen berkonflik dengan rakyat, yaitu 591 kasus konflik di 22 provinsi dan 143 kabupaten.

Di sektor kehutanan, misalnya, peruntukan hutan untuk industri mencakup 9,39 juta ha (262 perusahaan), sementara Hutan Tanaman Rakyat hanya berkisar 631.628 hektar.

Sedangkan Petani Indonesia hanya menguasai 0,25 hektar, 85% rumah tangga petani adalah petani gurem dan tak bertanah.

Dari data KPA, tahun 2015 terjadi 252 konflik agraria dengan luas 400.430 hektar, menyeret sedikitnya 108.714 keluarga.

Korban tewas sebanyak 5 orang, tertembak 39 orang, dianiaya sebanyak 124 orang, dan ditahan 278 orang.

Tauchid (1952), "Soal agraria menyangkut soal hidup dan penghidupan manusia, tanah adalah sumber dan asal makanan bagi manusia. Siapa menguasai tanah, ia menguasai makanan". Jelas Agus Jabo, Senin (25/4).

Menurut Bung Karno, revolusi Indonesia tanpa land reform, sama saja dengan omong besar tanpa isi!

Dalam butir ke 5 Nawacita, Program Pemerintah JKW-JK, secara tegas disebutkan akan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.

Sesuai dengan Nawacita tersebut, masalah agraria harus menjadi masalah darurat yang secepatnya diselesaikan, dengan landasan Pasal 33 UUD 1945 dan UUPA 1960.

Penataan ulang terhadap struktur kepemilikan, penguasaan serta penggunaan tanah air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Mengubah madzab pembangunan yang kapitalistik menjadi kerakyatan.

"Agar Trisakti dan Nawacita bisa memberikan impian indah bagi bangsa Indonesia dan bukan hanya sekedar jargon tanpa isi!. Salam Gotong Royong,"pungkasnya.(rls/bh/mnd)



 
   Berita Terkait > Kasus Tanah
 
  Kompleksitas Hukum Kepemilikan Tanah di Kecamatan Medan Satria
  Kata Pakar Hukum Agraria, Non Eksekutabel Sebelum Ingkrah
  PT Damai Putra Group Tolak Eksekusi PN Bekasi, Langkah Tegas Melawan Ketidakadilan
  Kuasa Hukum: Iwan Chandra Pemilik Resmi Surat Tanah 771 Persil 109 di Roa Malaka Tambora !
  Titik Terang Temuan Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri di Jalan Pasar Pagi No 126 Roa Malaka Tambora
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2