Independensi peradilan merupakan tonggak paling penting dalam mengadili perkara. Apabila pengadilan tidak independen, maka pengadilan mudah dipengaruhi oleh lembaga eksekutif, legislatif, ataupun oleh lembaga lainnya. Apabila pengadilan tidak independen, di situlah tanda-tanda hancurnya negara hukum.
“Pengawal hukum adalah pengadilan. Pengawal konstitusi adalah MK,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dalam acara Kuliah Umum yang bertajuk “ Peran MK dalam Membangun Kesadaran Berkonstitusi untuk Mewujudkan Gagasan Negara Hukum yang Demokratis”, di Universitas Udayana, Bali, Jumat (22/8). Konstitusi yang dikawal oleh MK dalam sejarahnya dirumuskan dengan luar biasa dan sangat panjang yang prinsip-prinsipnya mencerminkan kebhinekaan Indonesia.
Hamdan juga mengemukakan ide tentang pembentukan MK sudah ada sejak pembentukan Undang-Undang Dasar 1945. Namun ide tersebut sempat ditolak oleh Supomo. Hal ini dikarenakan negara Indonesia tidak mengandung paham pemisahan kekuasaan. Hingga akhirnya ada perubahan yang menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan oleh MPR, berubah menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan berdasarkan UUD 1945, sebagai perubahan yang prinsipil. Artinya, kedaulatan yang tunduk pada konstitusi dengan prinsip negara Indonesia adalah negara yang berprinsip negara hukum.
MK adalah pranata untuk mengawal prinsip konstitusi dan memiliki posisi yang strategis dalam kehidupan bangsa dan negara. “Anda bisa bayangkan putusan yang dibuat oleh 560 wakil rakyat, ditambah dengan Presiden dan seluruh kabinetnya, bisa dibatalkan oleh 9 hakim konstitusi,” tegasnya. Meskipun akhirnya banyak pertanyaan , apakah hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip kedaulatan hukum yang dibuat oleh masyarakat. Terhadap hal itu, Hamdan mengatakan, kedaulatan rakyat yang tunduk dengan konstitusi. Suara rakyat suara tuhan, maka suara rakyat itu harus di kawal konstitusi.
Demikian juga pemilihan umum, mengapa MK mengadili pilihan rakyat yang sudah ada. Dalam hal ini MK memastikan apakah suara rakyat ini telah diberikan sesuai konstitusi atau tidak. Hal inilah yang harus dibuktikan, apakah suara rakyat itu dilakukan dengan manipulasi dan melanggar prinsip-prinsip konstitusi. Maka suara rakyat tersebut bisa dibatalkan atas nama kedaulatan konstitusi.
“Inilah peran MK yang sangat luar biasa. Filosofi dari MK sebagai pengawal negara berdasarkan konstitusi, di mana dalam pengawalan ini, kalau ada rakyat yang melihat sebuah UUD dapat merugikan hak-hak konstitusional seorang warga Indonesia. Maka dia bisa datang pada MK untuk menguji dan membatalkannya,” jelas Hamdan.
Menutup kuliahnya, Hamdan menyampaikan bahwa saat ini tidak ada lembaga negara tertinggi. Semua lembaga-lembaga negara, baik lembaga yang termasuk ranah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, memiliki posisi yang sama. Perubahan kedudukan lembaga negara merupakan perubahan paradikmatik yang luar bias setelah perubahan UUD 1945 dan berdirinya MK.
Dalam kuliah umum ini dihadiri oleh Rektor Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Dekan Udaya Prof. dr. I Gusti Ngurah Waiyocana, Sekretaris Daerah Bali I Wayan Sugiada, hingga mantan Hakim Konstitusi Prof. dr. I Gede Palguna, serta seluruh mahasiswa S1 dan S2 Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali.(Panji Erawan/mh/mk/bhc/sya) |