JAKARTA, Berita HUKUM - Sasmito Hadinegoro sebagai Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) mengkomentari tulisan di group WA Gerakan HMS, surat terbuka yang di share dan Viral tersebut dilayangkan seseorang aktivis Mahasiswa dari Universitas Isalam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah, Jakarta yakni Riyan Hidayat kepada Presiden Joko Widodo, Riyan mendukung dari tokoh aktivis UIN kala Pilpres periode tahun 2014- 2019 lalu yang mendukung Jokowi, serta adanya berita duka kembali terdengar pasca dinyatakan positif corona, yakni Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) Iwan Dwiprahasto (58 th) meninggal dunia pada, Selasa (24/3) lalu.
Baca:
Surat Terbuka Aktivis Mahasiswa kepada Presiden Jokowi terkait Pandemi Covid-19
Merespon hal itu Sasmito Hadinegoro mengungkapkan bahwa, suara sendu yang terdengar sampai dengan Yogyakarta sedang berkabung, seorang ahli Farmakologi yang dimakam-kan di Sawit Sari tanpa pengiring dari R.S Sarjito dibawa ke liang lahat tanpa didahului upacara penghormatan lazimnya. "Imbas peristiwa bencana Coronavirus dikenal namanya Covid-19 yang makin melanda negeri, perkembangan beberapa hari terakhir ini !," kemuka Sasmito, seraya ucapkan rasa belasungkawa terdalamnya pada, Rabu (25/3).
Sementara, surat terbuka aktivis UIN yang mengaku eks Relawan IR Joko Widodo yang panjang lebar mengupas hal-hal yang sebenarnya pasti publik juga sudah memahaminya, timpal Sasmito.
"Ada baiknya tunggu tindak lanjutnya, apakah surat tersebut asli - murnikah dari bersangkutan. Atau bukan mustahil dibelakang aktivis mahasiswa seperti tahun 1998, patut diduga ada Sutradara Agung -nya," tulis Sasmito.
"Sebenarnya dapat ditebak pula apa maunya. Ibarat, seperti almarhum Prof. Habibie dan Prof. Ginanjar yang sudah akhir menutup mata. Notabene, keduanya anak emas Soeharto tersebut, tidak pernah diterima minta maafnya oleh pak Harto dan keluarga Cendana," celetuknya.
Bukan tidak mungkin, lanjut Sasmito yang juga sebagai Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) itu pun merasa, seraya menilai kritikan tersebut patut diduga lantaran kecewa serta frustasi dengan achievement yang tidak menunjukan performance bagus, ujarnya.
"Dan mungkin yang bersangkutan kecewa karena patut diduga tidak termasuk rombongan relawan relawan lain yang sempat terakomodir 'Kereta Berbahagia' kabinet Jokowi - Ma'ruf Amin maupun dalam barisan para-para Komisaris BUMN. Yang kelihatannya bersukaria dalam suasana cuaca 'tidak cerah!'," sindir Sasmito.
Sasmita, sebagai Ketua Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) usai membaca surat tersebut malah tidak begitu heran dan terkejut dengan apa yang diungkap seorang aktivis 'kecewa berat' dengan 'Jagoan'-nya pada Pilpres 2019 lalu.
Lebih lanjut, ungkapnya mengaku, semenjak 5 Februari 2020 lalu, tanpa sama sekali mendahului apa yang akan terjadi takdir illahi yang akan datang di tahun 2020 sebelum wabah Coronavirus melanda RI.
Dalam benak pemikirannya (intuisi), Sasmito mengarai kebetulan 'berkontemplasi' di halaman Kebun Raya Istana Bogor, dirinya mengakui bahkan sudah merasakan. "Bahwa 100 hari kemudian plus 40 harinya setelah tanggal 21 Mei pas hari lengsernya alm. Presiden Suharto yang 32 th berkuasa di R I, ungkapnya.
"Diduga kuat, 'tanpa' berpretensi mendahului kehendak Tuhan Yang Maha Esa, jikalah saran HMS bahwa Yang Mulia Presiden Joko Widodo tidak benar-benar konsekwen menggaungkan 'Revolusi Keuangan Negara' diiring 'Revolusi Hukum' tanpa tebang pilih dalam 100 hari ini. Bukan mustahil efek 'Resesi ' ekonomi akibat dengan fenomena Stagflation - Stagnasi yang dibarengi dengan inflasi, patut diduga tidak akan terkendali seperti jaman tahun 1966, dimana Indonesia mengalami Inflasi sebesar 600%," paparnya.
Di satu sisi, Sasmita pun menyampaikan bahwa 'bukan' mustahil pada akhir bulan Juni kemungkinan situasi lebih buruk terjadi daripada krismon 1998.
"Sulit dihindari akibat menuai badai ditebar era 2014 - 2019 lalu yang 'over ambisius' berbagai proyek Infrastruktur. Karena semuanya proyek gegedean empyak kurang cagak 'Kebesaran pasak daripada tiang'," timpal Sasmito mengkritisi.
"Yang di kala jaman Orde Lama disebut sebagai 'Proyek Mercusuar' (termasuk proyek pemindahan Ibukota RI yang meraup 460 triliun di tengah defisit Rp300 triliunan). Namun hari ini (terhitung akhir Maret 2020) Hutang negara sudah menembus angka 6.117 riliun rupiah. Achiement Rezim yang luar biasa bukan ?," cetusnya penuh tanda tanya.
"Sumangga, untuk lanjutan ramalan lakon 'sandiwara' apakah pada bulan Juli yang akan datang terjadi ? maka itulah 'Wait and See'..," tandas Sasmito Hadinegoro.(bh/mnd)