JAKARTA, Berita HUKUM - Inter-Parliamentary Union (IPU) merilis laporan seputar rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen. Dibanding tahun 2013, angka keterwakilan perempuan relatif menurun di parlemen sebesar 1,5 persen. Jumlah perempuan yang menjadi anggota parlemen di seluruh dunia 22,6 persen. Meningkat hanya 0,5 persen.
Demikian mengemuka dalam pertemuan tingkat tinggi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di Paris, Prancis, Selasa (8/3). Acara ini sekaligus untuk memperingati Hari Perempuan Internasional yang ingin mengusung isu akses perempuan pada kepemimpinan dengan tema "Rekomendasi OECD Untuk Meningkatkan Keterwakilan Perempuan Dalam Pengambilan Keputusan di Semua Lini".
Ketua BKSAP DPR RI Nurhayati Ali Assegaf turut hadir dalam pertemuan ini. Ia mengungkapkan bahwa di Indonesia sendiri, persentase anggota parlemen perempuan periode 2014-2019 hanya 17,3 persen. Menurun dari periode lalu (2009-2014) yang mencapai 18,2 persen.
"Keterwakilan perempuan dalam parlemen sangat krusial, karena perempuan adalah setengah dari total jumlah populasi penduduk dunia. Perempuan juga telah berkontribusi banyak bagi pertumbuhan ekonomi dan keamanan global," papar Nurhayati. Di banyak negara, lanjut Nurhayati, keterwakilan perempuan juga masih tetap rendah.
Sementara itu, IPU juga mencatat tren anggota parlemen perempuan di tingkat regional. Amerika, misalnya, memiliki 27,2 persen anggota parlemen perempuan. Naik 0,8 persen dari periode sebelumnya. Tren serupa juga terlihat di Afrika yang meningkat 0,7 persen menjadi 23,2 persen. Di negara-negara Eropa, jumlah anggota parlemen perempuan ada kenaikan 0,4 persen menjadi 25,4 persen.
Sedangkan di negara-negara Arab mengalami sedikit peningkatan sebesar 0,3 persen menjadi 17,5 persen. Terakhir, di negara-negara Asia-Pasifik hanya naik sebesar 0,1 persen. Nurhayati menyatakan, untuk meningkatkan jumlah perempuan di parlemen, harus ada perubahan dalam tiga hal, yakni perubahan kultural, struktural, dan dukungan finansial.
Persepsi publik bahwa politik adalah arena laki-laki harus dirubah. Pendidikan politik bagi perempuan harus pula diperbanyak. Terakhir, memberikan dukungan finanial bagi calon legislatif perempuan. Dukungan finansial ini penting, karena aktifitas politik membutuhkan dana besar. Sementara di sisi lain, banyak perempuan tidak dalam posisi mandiri secara finansial.(mh/dpr/bh/sya) |